Ust Hasbin :Belajar Al-Qur’an Sepanjang Usia, dari PAUD hingga Orang Tua

Ust Hasbin :Belajar Al-Qur’an Sepanjang Usia, dari PAUD hingga Orang Tua

Berbeda dengan anak-anak, orang tua tentu memerlukan pendekatan yang lebih serius dan terstruktur, untik belajar dan menghafal Qur'an.

Oleh Ustadz Hasbin Abdurrahim, Hafidzahullah 

(Imam Masjid Wihdatul Ummah Makassar, Penerima Sanad dari Makkah Al Mukarraomah


Di era modern ini, pembelajaran Al-Qur’an tidak lagi terbatas pada metode tradisional. Inovasi dan pendekatan baru terus dikembangkan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kelompok usia, baik anak-anak maupun orang tua. Dalam sebuah sesi diskusi, seorang narasumber membagikan pengalamannya terkait metode pembelajaran Al-Qur’an yang diterapkan di lingkungan sekolah dan masyarakat.

Pembelajaran Al-Qur’an untuk Anak-anak: Belajar Sambil Bermain

Anak-anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa, terutama dalam hal konsentrasi dan cara belajar. Mereka cenderung lebih aktif dan senang bermain. Oleh karena itu, metode pembelajaran Al-Qur’an pun disesuaikan agar tetap menarik dan efektif.

Salah satu pendekatan yang digunakan adalah belajar sambil bermain. Di tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), anak-anak diajak untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur’an melalui permainan, nyanyian, atau aktivitas menyenangkan lainnya. Misalnya, anak-anak menyambung ayat secara bergantian dengan guru atau teman sekelas mereka. Meski terlihat seperti bermain, proses ini sebenarnya sangat membantu dalam menguatkan hafalan.

Tidak hanya itu, kini tersedia juga program digital seperti Al-Hafidz, yang memungkinkan anak-anak untuk berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan media audio dan memori card. Dalam program ini, anak bisa menyimak bacaan ayat, mengulanginya, bahkan dikoreksi secara otomatis bila salah. Ini menjadi solusi modern yang memadukan teknologi dengan pembelajaran keagamaan.

Pembelajaran untuk Orang Tua: Tidak Harus Menunggu Pensiun

Berbeda dengan anak-anak, orang tua tentu memerlukan pendekatan yang lebih serius dan terstruktur. Banyak yang beranggapan bahwa belajar Al-Qur’an hanya cocok dilakukan setelah pensiun. Namun narasumber menegaskan bahwa belajar tidak harus menunggu tua.

“Kalau kita tidak belajar dan tidak juga mengajar, maka kita tidak termasuk dalam kelompok yang disebut Nabi sebagai sebaik-baik manusia,” ujar beliau, mengutip hadits "Khairukum man ta’allamal Qur’ana wa ‘allamahu" (Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya).

Untuk itu, dibentuklah program khusus bagi orang tua. Program ini bersifat fleksibel, tidak terikat waktu, dan tidak memerlukan jenjang kelas yang kaku. Peserta bisa masuk kapan saja dan akan dipandu sesuai kemampuan masing-masing. Fokus awal adalah memperbaiki bacaan Al-Qur’an, karena menghafal akan sulit dilakukan jika bacaan dasar belum benar.

Metode Talqin: Menghidupkan Tradisi yang Efektif

Metode utama yang digunakan dalam program ini adalah talqin, yaitu metode pengulangan di mana guru membacakan ayat dan murid menirukannya. Proses ini bisa dilakukan secara bergantian, baik guru maupun murid membaca dan menyimak. Ini merupakan metode klasik yang sangat efektif dalam memperbaiki bacaan dan membantu hafalan.

Narasumber juga menekankan bahwa belajar mengaji adalah proses seumur hidup. Bahkan jika tidak sempat mengajar, asalkan terus belajar, seseorang tetap berada dalam jalur yang diridhai.

Menghidupkan Budaya Mengaji di Segala Usia

Inisiatif seperti ini sangat penting dalam membangun budaya mengaji di masyarakat. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Baik anak-anak maupun orang tua, semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk mendalami Al-Qur’an sesuai kemampuannya masing-masing.

Dengan semangat belajar yang terus tumbuh, diharapkan lebih banyak keluarga yang terlibat dalam kegiatan membaca, menghafal, dan memahami Al-Qur’an. Karena pada akhirnya, sebaik-baik manusia adalah mereka yang senantiasa belajar dan mengajarkan Al-Qur’an.


Sebelumnya :