Kembali ke Jiwa yang Suci

Kembali ke Jiwa yang Suci

Selama ini, setiap lebaran seluruh umat muslim selalu merayakannya dengan melakukan silaturahmi, saling berkunjung, dan berjabat tangan. Kali ini, fenomena itu hanya akan ada dalam dunia maya. Seluruhnya dilakukan secara virtual.

Oleh:

Basrowi*

 

LEBARAN kali ini (2020M/1441 H) merupakan lebaran yang paling unik dibandingkan dengan lebaran-lebaran sebelumnya. Setiap orang dihimbau untuk shalat ‘Ied di rumah, bersilaturahmi online, tidak mudik, tidak berjabat tangan, dan tidak membuat kerumunan.

Ruh-nya tetap sama, yaitu kembali ke jiwa yang fitri. Bagi yang beriman dan melaksanakan seluruh perintah Allah, akan menjadi hamba Allah SWT yang ‘La’allakum tattakuun’ dan ‘itkum minannaar’ (hamba yang bertaqwa dan terhindar dari siksa api neraka).   

Selama ini, setiap lebaran seluruh umat muslim selalu merayakannya dengan melakukan silaturahmi, saling berkunjung, dan berjabat tangan. Kali ini, fenomena itu hanya akan ada dalam dunia maya. Seluruhnya dilakukan secara virtual.

Tidak ada yang kurang. Makna, tujuan, dan hasil akhirnya tetap sama, yaitu kosong-kosong. Saling maaf memaafkan, tidak ada lagi dosa yang disebabkan karena pergaulan antar-sesama.

Berebut Mengakui Kesalahan

Mayoritas umat selama ini adalah berebut kebenaran. Akulah yang benar dan orang lainlah yang salah. Dalam konsep silaturahmi yang hakiki, ketika masing-masing pihak telah berebut kesalahan itulah yang paling baik.

Ketika Nabi Muhammad pulang berdakwah terlalu larut malam, beliau khawatir mengganggu tidur istrinya, Beliau akhirnya tidak mengetuk pintu dan memutuskan untuk tidur di luar. Hingga menjelang subuh, Aisyah tidak mendapati suaminya di sampingnya, lalu ia membuka pintu dan mendapati Nabi tidur di luar. Nabi, dengan tergopoh minta maaf karena pulang kemalaman. Istrinya merebut, dialah yang salah, karena tidur terlalu lelap.

Saling berebut mengakui kesalahan itulah yang paling tepat untuk kita terapkan di era seperti ini, dimana mayoritas orang selalu berebut kebenaran. Apalagi di tengah pandemi seperti ini, semua orang harus mengakui kesalahan masing-masing. Ketika hal itu bisa terwujud, insya Allah, proses penanganan Covid-19 di Indonesia akan cepat berlalu.

Tidak ada saling kunjung

Saling kunjung yang dilakukan saat lebaran seperti tahun lalu telah membuat kemacetan. Bila hal itu terjadi saat pandemi ini tentu sangat berbahaya. Peraturan Menhub Nomor 25 tahun 2020 tentang pengendalian transportasi selama masa mudik idul Fitri tahun 1441 Hijriah tidak lain bertujuan agar penyebaran Covid-19 dapat dihentikan.

Bagitu pula anjuran Gubernur DKI Jakarta agar masyarakat tidak saling kunjung harus ditaati, karena penyebaran virus tidak mengenal hari, tempat, dan sasaran.

Benar, lebaran memang momen kembali suci yang harus dimanfaatkan untuk saling bermaafan dan menyambung tali silaturahmi agar tidak terputus. Di saat inilah, rasa persaudaraan dibangun seiring hilangnya rasa permusuhan dan kebencian. Menjaga hubungan baik dengan sesama merupakan ajaran Islam, terlebih dengan kerabat dan saudara.

Kata shilah (arab) yang berarti hubungan, dan kata Rahim (arab) yang berarti kerabat atau kasih sayang, perlu dijaga sebagaimana Q.S. Al-anfaal ayat 63 yang artinya, “Kalau kalian tidak mengerjakan apa yang Aku perintahkan itu (yaitu untuk berukhuwah, bersilaturahmi) tentu akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Jadi, upaya menyambung tali silaturahmi sangat dianjurkan, meskipun di era covid-19, tali silatuhami harus tetap dijaga, bahkan harus ditingkatkan meskipun hanya melalui virtual.

Q.S An Nisa: 36, menjelaskan, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”

Di sini jelas bahwa tali silaturahmi dan berbuat baik harus terus tersambung dengan siapa pun, baik orang tua, saudara maupun kerabat, tetangga, handai tolan, anak yatim, dan semua orang muslim. Bertalian dengan itu juga dilarang untuk sombong dan membanggakan diri.

Rosulullah saw memerintahkan umatnya untuk selalu menyambung tali silaturahmi. Dalam sabdanya, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah tali silaturahmi. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari)

Banyak sekali cara untuk menyambung tali silaturahmi seperti, menggunakan aplikasi kartu ucapan lebaran, stiker/GIF, panggilan video via WhatsApp, google, massager rooms, video zoom, pesan Line dan lainnya, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak silaturahmi meskipun hanya melalui on-line.

Manfaat Tali Silaturahmi

Silaturahim yang dikemas dalam dunia maya tetap saja mempunyai berbagai manfaat agar dapat menjadikan diri kembali fitrah dan mendapatkan keberkahan. Bahkan menyambung tali silaturahmi sebagai bentuk kecintaan dan ketaqwaan seorang hamba.

Mempererat tali silaturahmi dengan sesama laksana menyambung hubungan dengan Allah SWT. Dengan kata lain, silaturahmi merupakan wahana untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Jangan sampai umat yang besar ini hanya laksana buih di lautan, meskipun banyak tetapi tidak ada kekuatan sama sekali.

Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud).

Di sinilah perlunya menjaga tali silaturahmi agar, terbangun persatuan dan kesatuan umat islam. Dengan demikian, terbangun kekuatan besar yang disegani oleh siapa pun.

Allah swt telah menjanjikan pahala yang sangat besar bagi siapa saja yang menjaga tali silaturahmi, seperti diperluas rezekinya, diberi kemudahan dalam segala urusan, dan pahala. Sabda Rasulullah yang diriwayatkan Abu Hurairah: “Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung tali silaturahmi.” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

Terlebih menyambung tali silaturahmi kepada keluarga, sangat dianjurkan. Sebagaimana dalam hadis yang berbunyi: “Sedekah terhadap orang miskin adalah sedekah dan terhadap keluarga sendiri mendapat dua pahala: sedekah dan silaturahmi.” (HR Tirmidzi)

Sebaliknya, Allah SWT sangat murka dengan hambanya yang memutus tali silaturahmi. Bahkan, orang yang memutuskan tali silaturahmi terancam tidak bisa masuk surga. Sebagaimana sabda Rasulullah saw dari Abu Muhammad Jubair bin Muth’im r.a, dari Nabi saw beliau bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan (silaturahmi)” (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, menjaga tali silaturahmi merupakan kewajiban setiap muslim. Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh baik pada tataran dunia maupun akhirat. Tidak ada halangan sedikitpun untuk menjaga tali silaturahmi meskipun dalam kondisi 3B. Semoga saja dengan mempererat tali silaturahmi, kita bisa kembali ke jiwa yang suci.

*Pengamat Kebijakan Ekonomi Syariah. Alumsi PPs Ekonomi Syariah di UIN Raden Intan Lampung, S3 Sosiologi Uniar, & S3 UPI YAI.

Sebelumnya :
Selanjutnya :