UMMATTV, JAKARTA--Wadah Silaturahmi Khatib Indonesia (WASATHI) mengusulkan konsep khutbah maksimal 15 menit. Usulan ini muncul dari Pengasuh Ma'had Arrohimiyah Cengkareng, KH Ishom El Saha, selaku pembicara saat memberikan materi dalam acara Sarasehan Khatib Moderat secara virtual dari Aula Masjid Al Ijtihad, Jakarta Barat, Sabtu (31/07).
Menurutnya, khutbah di Indonesia khususnya di kota-kota besar sejak lama sudah mendapatkan kritik. Pada zaman Prof Mukti Ali misalnya, khutbah di beberapa kota besar diisinyalir ada beberapa yang tidak taat rukun khutbah. Banyak hal-hal di luar rukun khutbah yang justru lebih dominan selama khutbah berlangsung. Dengan khutbah yang hanya 15 menit, dia merasa, khatib akan lebih fokus dan cermat sehingga rukun tetap terpenuhi dan kondisi jamaah tetap khusyu’ mendengarkan khutbah.
“Prof Mukti Ali sempat berkeliling mencermati khutbah di Indonesia. Beliau mencermati bahwa di kota-kota besar ada beberapa khutbah yang rukunnya kurang. Rata-rata khatib bermodal kemampuan berpidato namun pengetahuan khutbahnya kurang. Ini kritik Pak Mukti Ali. Beliau memperhatikan khutbah bahwa rukun dan syaratnya terpenuhi tidak tidak, ” ujar dia.
Dia melanjutkan, konsep khutbah maksimal 15 menit ini sudah banyak berlangsung di Timur Tengah. Kuwait, Arab Saudi, dan Palestina misalnya membatasi durasi khutbah maksimal 15 menit. Di Kuwait dan Arab Saudi bahkan lebih ketat lagi, selain waktu materi khutbah juga ditentukan oleh negara. Tentu ini tidak lepas dari pemerintah di sana yang membiayai penuh operasional sehari-hari Masjid.
“Kalau di Saudi, Kuwait, Dzuhur sepuluh menit sebelumnya sudah dibuka. Khutbahnya diatur maksimal 15 menit. Di kita kadang jadi persoalan karena macam-macam hal. Apakah khatib tidak ada rasa empati kepada jamaah? Yang penting kan rukunnya sama, ” ujarnya.
Ketua Pembina WASATHI, KH Arif Fahrudin, menyampaikan bahwa materi khutbah yang lima belas ini akan membuat jamaah lebih fokus mendengarkan khutbah. Hal ini sekaligus untuk merespon perkembangan zaman sekarang ini yang semakin penuh ketidakpastian. Kondisi zaman juga mendorong matinya kepakaran termasuk bergesernya kepercayaan terhadap ulama.
Khutbah yang lebih ringkas ini diharapkan bisa membuat jamaah lebih khusyuk, tidak tertidur, dan tetap mampu mendengarkan materi khutbah khatib secara utuh. Sehingga kepercayaan terhadap sebagian ulama yang mulai luntur, bisa tumbuh kembali dengan materi khutbah yang bergizi.
“Sekarang sudah masuk zaman pergeseran. Disrupsi tidak hanya di sektor ekonomi, namun juga delegitimasi ulama. Dulu kita mungkin masih tawadhu terhadap ulama, kalau sekarang sulit untuk percaya apalagi jika bersebarangan dengan keyakinan kita. Banyak media yang kita tidak tahu kualitasnya seperti apa, namun itu yang sekarang banyak dijadikan rujukan,” ujarnya. *