Rahasia 160° Ka'bah adalah orang yang melihat Ka'bah

Rahasia 160° Ka'bah adalah orang yang melihat Ka'bah

RAHASIA 160° KA'BAH (AZIMUTH KIBLAT)

UFUK KIBLAT

oleh : Agus Adriansyah

Ummattv, Jadi ini adalah ilmu para waliyullah yang bisa teleportasi langsung ke hadapan Ka'bah. Ketika mereka melihat azimuth kiblat (ufuk kiblat) ada di hadapan mereka, kemudian mereka membaca doa yang telah di sunnahkan oleh Rasulullah Saw. 

Azimuth kiblat maksudnya adalah busur lingkaran horizon atau ufuk dihitung dari titik Utara ke arah Timur (searah perputaran jarum jam) sampai dengan titik kiblat. Titik Utara azimuthnya 0°, titik Timur azimuthnya 90°, titik selatan azimuthnya 180° dan titik Barat azimuthnya 270° (Hambali, 2011: 183).

Dengan menyentuh dan menyeka Hajar Aswad, akan menghapus dosa seseorang, sebagaimana Nabi SAW: “Mengusap Hajar Aswad dan Sudut Yaman menghapus dosa .” Dari hadits Nabi SAW juga diketahui bahwa mencium Hajar Aswad, menyentuhnya, menunjuk ke sana, dan mengucapkan takbir adalah Sunnah Nabi.

Ada doa yang harus dibaca saat melihat, menyentuh, atau bahkan bisa mencium Hajar Aswad. Berikut doanya, dilansir dari NU Online :

"Bismillâhi wa-Llâhu akbar, 

allâhumma îmânan bika 

wa tashdîqan bikitâbika 

Wa wafâ'an bi 'ahdika 

wat tibâ'an li sunnati nabiyyika muhammad Saw"

Wallahu a'lam bish shawab

Wabillahi Taufiq wal hidayah,

Wassalamu'alaikum wr wb

Hormat saya : Agus Adriansyah

Sehubungan dengan ini, kita sedang memahami, bahwa di dalam kehidupan ini ada dua lantaran takdir dari Allah, datengnya berdasarkan atas keadaan setiap hambaNya. Maka Allah buatlah ujian bagi hambaNya, tujuanNya sebagai syarat cobaan dalam setiap kehidupan. 

Berarti, setiap kehidupan pasti punya cobaan, 

itu jawabannya. Maka lantaran sebab itulah  Allah menguji dengan kejelekan dan kebaikan sebagai lantaran cobaan dan fitnah. Sekaligus menjadi sebab turunnya karunia Allah berupa skill kepemimpinan para Nabi di hadapan Allah. Menunjukkan betapa adilnya sikap Allah terhadap semua para Nabi, dan ini menjadi suatu tekstual, ketika Allah telah mencontohkan cara memperlakukan sesama para assatiz, sebagaimana Allah tidak membanding-bandingkan para Nabi dan RasulNya, juga tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya, bahwa di hadapan Allah, mereka semua adalah sama dalam hal keimanan mereka kepada Allah. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman di dalam al Qur'an : 

قُوْلُوْۤا اٰمَنَّا بِا للّٰهِ وَمَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَاۤ اُنْزِلَ اِلٰۤى اِبْرٰهٖمَ وَاِ سْمٰعِيْلَ وَاِ سْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَ الْاَ سْبَا طِ وَمَاۤ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَاۤ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْ ۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْ ۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ

quuluuu aamannaa billaahi wa maaa ungzila ilainaa wa maaa ungzila ilaaa ibroohiima wa ismaa'iila wa is-haaqo wa ya'quuba wal-asbaathi wa maaa uutiya muusaa wa 'iisaa wa maaa uutiyan-nabiyyuuna mir robbihim, laa nufarriqu baina ahadim min-hum wa nahnu lahuu muslimuun

"Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan 'Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami berserah diri kepada-Nya." ((QS. Al-Baqarah 2: Ayat 136))

Motto mereka adalah : Cerdas buat jadi orang pandai, Pandai buat jadi orang terhormat, Orang terhormat yang bakal jadi cikal bakal pahlawan, 

Pahlwannya ummat dan sekalian pengikutnya, Yang berkuasa di zamannya. 

Pada kehidupan, ada dua lantaran takdir dari Allah, pertama adalah lantaran yang datang atas tiap-tiap keadaan hambaNya, maka Allah buat ujian bagi hambaNya. Lalu yang ke dua, adalah tujuanNya, yaitu cara penerimaan hamba, dan mereka menjadikan hal ini sebagai syarat cobaan dalam setiap kehidupan. 

Berarti jelas, bahwa setiap kehidupan pasti punya cobaan, itu jawabannya. Maka lantaran sebab itulah  Allah menguji para Nabi dengan kejelekan dan kebaikan, buat lantaran cobaan dan fitnah yang harus mereka kembalikan lagi kepada manzilah dan hikmahNya. 

Di zaman sekarang, orang dengan ciri-ciri seperti itu adalah ciri-ciri orang yang sangat langka.  Mereka punya mental paretis, cerdas, dan punya bekal bela diri yang tangguh, apalagi kemunculannya selalu historis untuk membela banyak orang yang lagi ngejerit dalam tekanan kebiadaban, tersekat di ruang yang tiranis, berjuang dalam keadaan yang serba payah. Mereka adalah orang-orang yang hanya punya seribu satu jalan untuk melepas dari tekanan kekuasaan yang zolim. 

Bisa di bayangkan, betapa orang-orang seperti ini cuma hadir atas dasar historis waktu, lalu Allah memberikan kuasa kepada mereka untuk menguasai segala macam kancah dengan kemenangan demi kemenangan dalam melawan tirani. 

Kemudian yang menjadi pertanyaan historis adalah, mengapa orang yang jarang ada, mengapa justru yang di harapkan kemunculannya ? 

Sebenarnya, hal ini telah di jelaskan, sebagaimana kisah Nabi Musa telah menjalani originalitas standar tuntunan hidup manusia dengan standar kitab suci, dan inilah yang di jadikan oleh para Nabi sebagai petunjuk dalam mengayomi ummatnya. 

Mengapa begitu ?, Hal ini telah di nyatakan dengan sebab rata-rata manusia hidup, pasti  mengalami peristiwa yang hampir sama dengan kisah Nabi Musa. 

Ketika Allah datang kepada Musa dengan membawa kitab dan Kriterianya, tujuannya agar Musa mendapat bimbingan untuk mengayomi ummatnya. Sebagaimana kita tahu, standar originalitas itu adalah kitab Zabur, yang oleh para Nabi, berupa yang sejenisnya (kitab suci), isinya adalah kumpulan tulisan yang berasal dari kalam ilahi, dan ini di jadikan sebagai petunjuk yang hidup. Saya sebut, itu adalah apa yang di bekali Allah kepada Musa, yaitu buku suci tuntunan hidup yang hidup. Sedangkan kriterianya adalah standar karakter, tolak ukur penilaian, dan ambiguitas yang murni. 

Originalitas kitab suci ada karena dasar dari semua ilmu berasal dari situ. Oleh sebab itu, telah fixed sebagai dasar tekstual, bahwa kitab suci adalah pokok standar petunjuk. Oleh sebab itu, hal ini menjadi alasan bagi Allah untuk mendatangi Musa, kemudian memberi kuasa kitab suci yang di kuasakan atas kemuliaan Dzat dan SifatNya. Tujuannya sebagai power yang memiliki kemampuan untuk  menaklukkan segala macam perkara dan rintangan yang di hadapi oleh para Nabi. 

Kemudian selanjutnya adalah thoriqah, itu adalah ilmu cara yang di ikuti oleh para jama'ah yang mengikuti cara ibadah orang-orang yang melakukannya, yaitu cara, tentang bagaimana caranya seseorang beribadah dalam setiap kebutuhan, di lakukan dengan rukun-rukun yang tertib dan tartil. Saya fikir, kategori ini adalah karakter yang sangat sesuai dengan : golongan  orang-orang yang bertabayyun dengan thoriqah ahlil Quro'. Mereka memiliki Taj kecerdasan yang di lengkapi dengan kebijaksanaan, bertabi'it tabi'ina bi ihsanin ila yaumiddin. Mereka adalah ahli dzikrutTaj yang telah hurrun tammun, sempurna dan merdeka dari hawa nafsu duniawiyah-nya, dan memiliki kemampuan di dalam mengelola hukum dan 'akad, hingga kesempurnaan ilmu yang mereka kuasai menjumpai Taufiq Allah. Mereka adalah pewaris para Nabi, yaitu orang-orang yang meneladani Al Qur'an, dan menjadi teladan bagi umatnya. Seperti adanya Al ulama'il 'amilin & Shufiyyatil Muhaqqiqin. 

Thoriqah ahli Quro', bisa juga di sebut ciri khas seseorang dalam melakukan suatu ibadah-ibadah tertentu yang di lakukan sesuai petunjuk Al Qur'an, dan tidak ada hal-hal yang menyimpang dari apa yang di lakukan, artinya boleh di lakukan. 

Ahlul Quro' membawa kelengkapan ilmu adab di sebadannya, yaitu delapan ilmu dari yang lima utama pada ilmu adab : 

1. Aqlun Malih 

2. Qolbun Malih 

3. Wajhun Malih 

4. Lisanun Fasih 

5. Amal Sholih : 1. Wastaghbalal iman 

                              2. Hisaban Yasir

                              3. Ihsan (mahabbah) 

                              4. Ikhlas 

                              5. Istiqomah 

                              6. Intazhom 

                              7. Tawadhu' 

                              8. Tawakkal 

Ilmu adab harus menggunakan empat yang wajib, lalu di sempurnakan dalam perbuatan. Artinya, kelengkapan ilmu adab ada lima hal yang malih (enak di lihat), baik itu pada akal pikiran (kecerdasan), hati (iman) sebagai maghom ghulub hamba, sampai mencapai titik kepatuhan pada Allah, kemudian sampai yakin dengan kebenaran yang berasal dari Allah saja yang di perbolehkan mengendalikan fungsi kecerdasan, lalu sampai pada wajah yang bersinar memaparkan kecerahan aura ilahiyyah, dan lisanun fasih yang menjadi barometer hati, di barengi dengan perbuatan yang bernilai amal ibadah (ketaqwaan) yang di apresiasikan menjadi suatu stabilitas kekuatan yang berasal dari kecerdasan ilahiyyah. 

Bersambung ....

Sebelumnya :
Selanjutnya :