Oleh:
Dr. Adian Husaini |
Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
MALAM ini, Rabu (2 Desember 2020), sekitar pukul 23.00 WIB, saya hanya bisa memandangi foto pemakaman jenazah Nurbowo. Karena masih dalam kondisi sakit, saya disarankan dokter untuk tidak keluar rumah dalam beberapa hari ke depan. Dari pimpinan Pesantren at-Taqwa Depok, Dr. Muhammad Ardiansyah, Dr. Suidat, dan Abdul Hakim, hadir ke rumah duka. Berita wafatnya Nurbowo saya terima hari Rabu itu juga, sekitar pukul 1 dini hari. Istri Nurbowo telepon. Karena ada salah satu anaknya yang nyantri di Pesantren At-Taqwa. Sejak dini hari, kami berkoordinasi mengurus jenazah yang lokasinya sekitar 8 jam perjalanan dari Bengkulu menuju Kota Padang Sumatra Barat. Entah bagaimana kisahnya, jenazah Nurbowo berada di Puskesmas Indrapura Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Dari group WA, saya tahu, Nurbowo memilih berpisah dengan rombongan pimpinan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia yang hari Selasa (1 Desember 2020), balik ke Jakarta. Nurbowo ke Padang dalam rangka memenuhi undangan Dinas Pariwisata untuk masalah promosi wisata halal. Menurut Wakil Sekjen Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Ade Salamun, yang ikut dalam rombongan, memang ada hal yang tidak biasa dilakukan oleh Nurbowo, sebelum mereka berpisah di Bengkulu. “Kami sempat dipeluk satu per satu oleh Mas Bowo. Dan itu tidak seperti biasanya. Saya sudah 15 tahun bersama beliau di Dewan Da’wah,” kata Ade Salamun, Rabu dini hari itu, kepada saya, melalui telepon. Memang, Selasa pagi itu, dari rumah, saya menyaksikan foto-foto kiriman rombongan yang ke Jakarta, tanpa disertai Nurbowo. Tiba-tiba, Rabu dini hari, ada berita Nurbowo wafat. Tak lama kemudian, saya menyaksikan foto jenazahnya dengan wajah yang teduh.
Nurbowo seperti memilih jalan kematiannya sendiri. Allah SWT memudahkannya untuk menghadap kepada-Nya. Ia pergi menemui Allah SWT, setelah semua acara safari dakwah kami di Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, selesai. Bahkan, bulan Oktober, ia ikut juga safari dakwah ke Jawa Tengah, Yogya, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Nurbowo seperti tidak mau merepotkan kami. Ia pergi sendiri menghadap Allah SWT. Selama ini, orang mengenal Nurbowo sebagai wartawan dan pejuang dakwah yang tak kenal lelah. Dengan kondisi jantungnya yang lemah, ia masih terbiasa menjelajahi hutan belantara, wilayah bencana, dan keliling daerah. Dan akhirnya, ia mengakhiri hidupnya, dengan indah, di tengah aktivitas dakwah. Jagad media sosial penuh dengan ungkapan duka dan doa untuknya. Begitu banyak hidupnya digunakan untuk membantu sesama. Allahummaghfirlahu warhamhu wa-‘afihi wa’fu’anhu. *****
Kamis (26 November 2020) adalah awal perjalanan kami – rombongan Pimpinan Pusat Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia – melakukan safari dakwah menuju tiga propinsi di Sumatra, yaitu: Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu. Sekitar pukul 07.00 WIB, saya berangkat dari Pesantren at-Taqwa, menuju Pelabuhan Merak, Banten.
Rombongan lain berangkat lebih dulu. Di dalamnya ada Dr. Imam Zamroji (Wakil Ketua Umum Dewan Da’wah), Dr. Ujang Habibie (Ketua Bidang Pendidikan), Dr. Misbahul Anam (Ketua Bidang Pembinaan Dai), dan Nurbowo (Ketua Bidang Kominfo). Sementara itu, Wakil Sekum Ade Salamun sudah tiba terlebih dahulu di Lampung.
Kami bertemu di sebuah rumah makan, menjelang masuk pelabuhan Merak. Di dalam kapal, saya duduk bersebelahan dengan Nurbowo. Banyak hal yang kami bincangkan. Yang saya tekankan, adalah perlunya segera diselesaikan desain dan manajemen keredaksian website Dewan Da’wah. Nurbowo menjelaskan, bahwa itu sedang dalam proses. InsyaAllah, tak lama lagi akan siap.
Kamis sore itu, kami tiba di Lampung. Sore itu pula ada acara silaturrahim dengan Pengurus Dewan Da’wah Lampung. Istirahat sebentar. Sekitar pukul 20.30 WIB dimulai acara lagi, yakni silaturrahim dengan sebuah yayasan pendidikan Islam.
Ketika istirahat, sambil menyantap hidangan nasi bebek, terjadi peristiwa penting. Kami berembuk dengan Nurbowo dan Ade Salamun tentang jadwal perjalanan Jakarta-Bengkulu PP. Semula kami berencana pergi dan balik bersama-sama dengan jalan darat.
Setelah dicermati ulang, rencana itu harus berubah. Sebab, tanggal 1 Desember 2020, saya sudah harus tiba di Jakarta. Ada rapat yang harus saya hadiri. Akhirnya diputuskan, saya harus balik naik pesawat dari Bengkulu ke Jakarta, pada 30 November 2020, begitu selesai acara di sana. Tiket Bengkulu-Jakarta pun langsung didapat.
Di Lampung, kami menginap semalam. Jumat pagi (27 November 2020), Nurbowo masih sanggup mengisi kuliah subuh di sebuah Pesantren Putri Dewan Da’wah Lampung. Setelah meninjau Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Lampung, kami berangkat menuju Palembang. Tiba di Palembang, malam hari, kami langsung berdiskusi dengan Pengurus Dewan Da’wah Sumatera Selatan.
Hari Sabtu (28 November 2020), saya mengisi Kuliah Subuh di satu masjid. Nurbowo ikut hadir. Selanjutnya kami diajak menikmati sarapan pagi ala Palembang. Nurbowo, yang duduk di hadapan saya, terlihat sangat menikmati aneka kuliner yang terhidang di atas meja.
Siang harinya, kami menghadiri acara inti, yaitu Pelantikan Pengurus Dewan Da’wah Sumatera Selatan yang berlangsung di Griya Agung. Acara dirancang serius, didukung dan dibantu oleh Gubernur Sumatera Selatan. Hadir dalam acara itu unsur TNI, Polri, MUI, Kanwil Kemenag, dan tokoh-tokoh umat Islam.
Hari Ahad (29 November 2020), sekitar pukul 10.00 WIB, kami melanjutkan perjalanan ke Bengkulu. Konon, perjalanan itu akan memakan waktu sekitar 10 jam. Bagi kami, itu cukup melelahkan. Saya semobil dengan Nurbowo. Selama perjalanan tidak terdengar keluhan sedikit pun dari Nurbowo. Bahkan, banyak kami bercanda.
Sekitar pukul 19.00 WIB, kami singgah di Pesantren al-Azhaar, Lubuk Linggau. Kyai pesantren ini, Dr. KH AH Mansur, adalah alumnus S3 UIKA. Kami disambut hangat dan dijamu makan malam yang lezat. Beliau pun mempersilakan kami menginap. Sebab, perjalanan ke Bengkulu masih sekitar 4 jam lagi. Tapi, semua memutuskan melanjutkan perjalanan.
Sampai di Bengkulu sekitar pukul 23.30 WIB. Hujan dan angin kencang menerpa. Sebelum tidur, saya dan Nurbowo memilih “makan malam” dulu bersama pengurus Dewan Da’wah Bengkulu. Niat saya yang utama adalah berbincang dengan para Pengurus Wilayah tentang kondisi Dewan Da’wah Bengkulu. Cukup lama kami berbincang. Sebab, esoknya tidak ada kesempatan lagi.
Saya memilih sate Padang dan teh telor. Nurbowo yang duduk disamping saya, memilih menu Mie Telor dan Bandrek. Saya lihat, ia makan begitu lahap. Saya sempat tergiur untuk memesan Mie telor juga. Tapi, alhamdulillah, tidak jadi.
Kembali ke Hotel. Nurbowo sekamar dengan saya. Setelah berbincang sebentar, ia tertidur pulas. Saya masih harus menulis sebentar. Juga, menetralisir makanan yang tidak bersahabat dengan tubuh saya, dengan meminum teh kental dan obat perut. Saya tidur sekitar pukul 02.00 WIB. Senin (30 November 2020), pagi hari, karena terlalu lelah, kami shalat subuh berjamaah di kamar. Lalu, kami sarapan bersama. Saya sempatkan berjalan-jalan keluar hotel sebentar. Saya belikan Nurbowo madu dan vitamin C. Saya pesan agar dia rutin mengkonsumsinya.
Ternyata, itulah saat terakhir saya sempat berbincang dengan Nurbowo. Usai acara Peresmian ADI Bengkulu, saya pun merasa badan saya sakit. Ini biasa terjadi, jika terlalu lelah dan kurang tidur, serta salah makan. Tapi, sampai rumah pun, Senin malam, saya masih merasakan sakit. Akhirnya saya berobat ke dokter, dan harus menjalani istirahat penuh beberapa hari. Dalam dua bulan terakhir, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, kehilangan tiga putra-putra terbaiknya.
Semuanya dipanggil Allah dengan proses singkat dan mengejutkan banyak pihak. Mereka adalah KH Bachtiar Bakar (Ketua Pengawas), Sudarno Hadi (Ketua Dewan Dakwah Jawa Timur), dan Nurbowo. Semoga Allah menerima semua amal ibadah mereka dan menempatkan para mujahid dakwah itu di tempat yang mulia. Amin. (Depok, 3 Desember 2020).*