Pentingnya Akhlak Mulia

Pentingnya Akhlak Mulia

Oleh:

Nuim Hidayat 

Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Kota Depok

 

“Hanyasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (manusia).” (HR Ahmad)

Karena beberapa tahun saya mengajar di sebuah pesantren tentang fiqh dakwah, maka kali ini saya akan menulis tentang fiqh dakwah.

Kasus pembunuhan Samuel Patty oleh Abdullah, pemuda Chechnya itu umat Islam terbelah menjadi dua sikapnya. Ada yang membenarkan pembunuhan Patty karena memang hukuman pidana mati dikenakan pada penghina Rasulullah saw. Ada yang mengecam pembunuh Patty itu. Karena Patty dan masyarakat Barat umumnya tidak memahami Islam. Jadi tidak bisa langsung dikenai hukum pidana bunuh.

Sedangkan tentang sikap terhadap Presiden Emmanuel Macron kaum Muslim bersatu. Semua mengecam Macron. Karena Macron telah mendukung penghinaan terhadap Rasulullah saw dengan memberi penghargaan yang tertinggi terhadap Paty dan mengizinkan penayangan gambar karikatur Nabi di dua gedung pemerintah Perancis.

Kembali kepada pembunuhan Patty. Patty memang telah melakukan kesalahan besar menunjukkan gambar karikatur Nabi yang salah satunya jorok kepada murid-muridnya. Sehingga pemuda 18 tahun itu tidak bisa mengendalikan emosinya dan kemudian membunuh Patty. Karena dalam hukum fiqih Islam hukuman untuk penghina Nabi adalah hukuman mati.

Pertanyaannya, bolehkah untuk hukuman pidana mati tanpa pengadilan, seseorang boleh langsung bertindak? Seperti misalnya hukuman pidana Islam untuk murtad adalah hukuman mati. Bolehkah kita langsung membunuh orang murtad itu? Atau ia harus diputus oleh sebuah pengadilan, kemudian disadarkan agar ia kembali ke Islam (selama tiga hari), bila tidak bersedia, maka dia dihukum mati.

Masalah ini beberapa hari ini menganggu saya. Saya menanyakan beberapa ustadz tentang hal ini. Seorang ustadz menjawab pertanyaan saya dengan kasus Ustadz Syamsi Ali. Mungkin sikap Ustadz Syamsi yang dekat dengan kalangan non Islam disalahfahami banyak orang Islam sendiri. Tapi kenyataannya dakwah yang dilakukan Ustadz Syamsi Ali dengan cara damai di Amerika, cukup berhasil. Ia telah mengislamkan puluhan (ratusan) orang di Amerika Serikat.

Seorang Ustadz lain, yang memiliki ribuan santri saya ajak ngobrol soal ini. Ia menyatakan ini bukan soal halal haram, tapi soal ‘muwazanah’ dalam fiqih Islam, terangnya. Soal sikap yang paling tepat atau terbaik, menghadapi kondisi yang ada. Ia mencontohkan bagaimana hukumnya seorang yang bekerja di bank konvensional. Apakah ia harus langsung keluar? Sementara ia punya anak dan istri. Atau ia mencari pekerjaan lain dulu, setelah dapat baru keluar.

Ini sama dengan perumpamaan bagaimana seandainya bila seorang menjadi imam di sebuah masjid yang kesehariannya masjid itu tidak melaksanakan qunut shubuh. Tiba-tiba ia menjadi imam di masjid itu dan langsung mengadakan qunut shubuh, tentu jamaah akan kaget dengan sikapnya.

Melihat beberapa kasus sikap pembunuhan terhadap para penghina Nabi di Eropa ini, saya teringat pelajaran fiqh dakwah. Dalam fiqih dakwah ada bab tentang periode dakwah Rasulullah yang terbagi menjadi dua. 13 Tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Ketika di Mekkah Rasulullah tidak menganjurkan perang fisik sama sekali, meskipun ada beberapa sahabat yang dibunuh kaum kafir Mekkah. Setelah dua tahun di Madinah, kekuatan kaum Muslimin cukup dan telah berdiri Madinatul Munnawarah baru Rasulullah mengadakan peperangan fisik. ‘Itu pun karena diperangi.’ Selama di Mekkah, Rasulullah dan para sahabat berjihad dan berjibaku dengan akal fikiran, menanamkan kesadaran, menanamkan aqidah Islam kepada masyarakat Arab saat itu. Dengan aqidah yang kuat, maka masyarakat menjadi gembira –tidak keberatan- ketika menerima syariat.

Saya melihat dakwah di dunia saat ini –termasuk di Eropa- adalah dakwah periode Mekkah. Yakni dakwah dengan menanamkan kesadaran. Dakwah menanamkan kesadaran kepada masyarakat bahwa Islam itu hebat, Islam itu mencerahkan akal dan jiwa, Islam itu mengatasi problematika manusia, Islam itu membuat bahagia dunia akhirat dan seterusnya. Dalam periode dakwah ini kita ‘dilarang memakai kekerasan’. Kecuali kalau mungkin kita diperangi fisik duluan.

Jadi bila orang-orang kafir –karena kebodohannya- mengolok-olok Islam, maka jawablah dengan baik (terbaik). Kita ingat bagaimana ketika Rasulullah dilempari batu ketika dakwah di Thaif dan malaikat Jibril siap untuk menimbun mereka dengan gunung, Rasulullah menolaknya. Rasulullah justru berdoa Ya Allah tunjukkanlah ummatku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.

Maka ketika suatu saat ada pendeta mengolok-olok Islam, sebagai Ketua Dewan Dakwah Depok, ada seorang pengurus Dewan Dakwah yang mendorong saya agar membawa ke kasus hukum pendeta itu. Saya menolaknya. Kenapa? Karena saya melihat, pendeta itu mengolok-olok Islam lewat youtube karena kebodohannya. Kalau mereka membawa misinya lewat youtube, kita juga harus menandinginya, menjawabnya lewat youtube. Bukan mengadukannya ke hukum. Sebuah ide tidak bisa diredam dengan hukum (penjara). Sebuah ide hanya bisa dikalahkan dengan ide lain yang lebih kuat.

Lihatlah bagaimana pemerintah kita sekarang menjadi olok-olokan majalah dan pengamat luar negeri karena menggunakan hukum untuk meredam oposisi. Menggunakan hukum atau penjara untuk meredam suara yang berbeda dengan pemerintah.

Zaman ini adalah zaman pertarungan informasi, zaman pertarungan ide. Zaman jihad ilmu, jihad politik, jihad budaya, jihad ekonomi dan lain-lain. Pertarungan fisik, tidak menarik untuk generasi saat ini. Gagasan dibalas dengan gagasan. Perang pemikiran, dibalas dengan perang pemikiran. Dan kita yakin gagasan Islam lah –dengan ijtihad ulama/cendekiawan yang shalih- yang terbaik untuk zaman akhir ini.

Sikap seorang Muslim itu, apabila melihat pendapat atau gagasan yang beragam, ia pilih pendapat yang terbaik. “(Ulil Albab) apabila ia mendengarkan perkataan, maka ia ikuti yang terbaik.” (QS az Zumar 18). “Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu dengan hikmah, pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan argumentasi yang terbaik.” (QS an Nahl 125).

Lihatlah bagaimana para dai dan ulama kita di Eropa, Asia, Amerika dan berbagai belahan dunia, karena dakwahnya yang penuh hikmah, sehingga banyak masyarakat berbondong-bondong masuk Islam. Di Eropa, ketika gereja banyak yang ditutup karena mereka melihat agama Nashrani susah dicerna akal, maka mereka banyak yang berpindah ke Islam. Masjid ramai dikunjungi jamaah, ketika gereja di sana banyak yang tutup.

Dan alhamdulillah kita hidup di bumi Nusantara, dimana Islam pertama kali dihadirkan disini oleh para ulama Timteng dengan cara damai, dengan cara dakwah bil hikmah. Sehingga Nusantara saat itu yang tadinya nol Muslimnya (abad ke 7), kemudian menjadi 90%. Ketika penjajah Barat dengan kekuatan penuh datang membawa misi Nashrani dan mengeruk kekayaan alam kita, kaum Muslim tidak goyah imannya, bahkan melawannya dengan jihad. Perang fisik dibalas fisik. Perang pemikiran dibalas dengan pemikiran.

Kini Barat lebih banyak menggunakan perang pemikiran daripada perang fisik.

Dan kalau kita teliti, kaum Islamofobia sebenarnya, lebih khawatir dengan gerakan Islam yang menggunakan pemikiran, daripada gerakan Islam yang ‘mengedepankan otot’. Kenapa? Ya karena manusia dapat diubah dengan pemikirannya. Manusia tidak bisa diubah dengan kekerasan. Senjata tidak akan mengubah pemikiran manusia. Bila manusia sudah berpegang teguh pada ide, maka ia akan rela mati mempertahankan ide itu. Sebuah ide atau pemikiran sekali lagi hanya bisa dikalahkan dengan ide yang lebih kuat.

Walhasil, agar dakwah kita berhasil, maka umat Islam mesti menjadi teladan (akhlak mulia). Baik dalam pemikiran maupun peradaban. Barat cs sebenarnya kini telah kehilangan pegangan. Mereka bingung mengatasi krisis dunia dan krisis manusia. Mereka bingung mengatasi banyaknya manusia yang bunuh diri, banyaknya manusia yang tidak mau menikah, banyaknya manusia yang menyimpang seksnya dan seterusnya. (Disini kebodohan Macron mengatakan Islam dalam krisis. Padahal Barat yang sebenarnya krisis. Bagaimana Barat membolehkan membunuh jutaan rakyat karena kerakusan minyak di Irak, bagaimana Barat merekayasa pendirian Israel di Timteng sehingga menimbulkan krisis kemanusiaan sampai sekarang dan seterusnya. Sejarah Barat juga penuh dengan pembunuhan/pembantaian, karena pemaksaan agama. Sebuah peristiwa yang tidak pernah terjadi dalam sejarah Islam. Timteng yang banyak kaum Muslimnya kini memang sebagian mengalami krisis –perang saudara-, tapi bila dikaji perang itu lebih disebabkan oleh kezaliman pemimpin negaranya, bukan karena Islamnya).

Maka di tengah krisis Barat saat ini, saatnya Islam tampil. Karena Islam adalah satu-satunya agama wahyu. Satu-satunya agama yang mencerahkan akal dan jiwa. Satu-satunya agama yang mengatasi problematika manusia dengan komprehensif. Satu-satunya agama yang kitabnya masih otentik. Satu-satunya agama yang kitab sucinya pertama kali turun dengan menyerukan Bacalah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (mengajak berfikir).

Allah SWT mengingatkan kita,“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran 140). Wallahu alimun hakim.*

Sebelumnya :
Selanjutnya :