Mutiara Senin Pagi: Kehidupan Semu dan Kehidupan Hakiki

Mutiara Senin Pagi: Kehidupan Semu dan Kehidupan Hakiki

Oleh KH. Bachtiar Nasir

Ummattv, Bismillahirrahmanirrahiim 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَقُولُ يَٰلَيْتَنِى قَدَّمْتُ لِحَيَاتِى

“Dia berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini.’” (Surat Al Fajr ayat 24).

Di Padang Mahsyar nanti, banyak sekali orang yang baru menyadari apa itu kehidupan yang sebenarnya. Oleh karena itu, banyak yang mengatakan bahwa dia menyesal tidak mempersiapkan yang terbaik untuk kehidupan abadi itu. Kehidupan di akhirat kelak. 

Oleh karena itu, jangan gagal fokus dalam menjalani kehidupan ini. Jangan merasa bahwa kehidupan yang kita jalani saat ini adalah kehidupan yang selamanya. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla pada surat Al-An’am ayat 32:

وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ ٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dan kehidupan ini hanyalah permainan dan senda gurau belaka. Sedangkan negeri akhirat itu sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?”

Apa yang kita jalani hari ini tak lain hanyalah persinggahan sementara untuk belajar, mempersiapkan bekal terbaik, dan tempat menjalani ujian; untuk menuai hasilnya kelak di kehidupan yang abadi di akhirat nanti. Apa yang ada di dunia ini semata-mata adalah proses yang kita lalui untuk menjadi “seperti apa” di kehidupan yang kekal nantinya.

Kondisi ini, bila dalam refleksi sehari-hari, bisa digambarkan seperti seorang anak yang akan menghadapi ujian. Ayah dan ibu dari anak tersebut sudah berkali-kali membangunkan dan mengingatkannya bahwa hari tersebut ia akan mengikuti ujian. Akan tetapi, karena terlalu banyak bermain game dan tidur terlalu larut, si anak pun tak kunjung bisa dibangunkan. Sudah berbagai cara dibangunkan dan diingatkan bahwa ia akan menghadapi ujian hari itu, tetap saja ia mendengkur. 

Hingga akhirnya, kedua orangtuanya mengurus hal lain dan si anak pun terus tertidur sampai menjelang asar. Saat bangun, barulah ia tersadar bahwa ia hari ini ujian. Namun, apa mau dikata, menyesal pun tak ada guna; ia bangun kesiangan. Ujian sudah selesai dan nilai terburuk sudah menantinya. Pastilah ia tidak lulus. 

Seperti inilah kebanyakan dari kita menjalani kehidupan di dunia. Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam sudah terus menerus mengingatkan kita bahwa hidup di dunia ini hanyalah ujian. Juga tak bosan membangunkan kita dari berbagai mimpi dan kegiatan melalaikan. Namun, kebanyakan dari kita terus “tertidur”.  Karena itu, marilah persiapkan diri kita sebenar-benarnya untuk menghadapi sidang ujian pertanggungjawabn di Hari Kiamat nanti dan berusahalah sekuat tenaga untuk lulus. Dunia ini bukanlah kehidupan yang sebenarnya dan bukan tempat untuk kita selamanya. 

Jangan gagal fokus dan justru mengalokasikan tenaga, waktu, dan aset yang kita miliki untuk ikut larut dalam permainan dunia ini. Jangan habiskan apa yang kita  miliki untuk hal-hal yang tidak berguna. Banyak orang lupa, lalai, dan tersesat dari tujuan yang sebenarnya karena dunia ini begitu menyilaukan mata hati. 

Ada ulama yang mengatakan bahwa dunia ini bagaikan pasar yang mau tutup. Sebenarnya kita hanya butuh membeli makanan dan kebutuhan sehari-hari, tetapi karena banyak diskon yang ditawarkan (layaknya mall yang mau tutup), maka kita kemudian tertarik untuk membeli barang-barang yang ditawarkan. Padahal kita tidak terlalu membutuhkan. Kita terus sibuk memilih dan membeli, hingga akhirnya lupa membeli apa yang kita butuhkan dan kita pulang menjelang malam dalam keadaan letih. 

Penyesalan

Inilah yang disebut kita lalai. Begitu pula dalam kehidupan di dunia yang kita jalani saat ini. Padahal, sejatinya, hidup di dunia ini hanyalah untuk mencari yang kita butuhkan. Apa yang akan kita peroleh di dunia ini sudah ditakar oleh Allah Ta’ala. Tidak akan lebih, juga tidak akan dikurangi-Nya. Bila menjadi manfaat, itulah yang dinamakan sebagai berkah dan jadikankah bermanfaat untuk kehidupan akhirat kita. Selebihnya adalah apa yang membuat kita lalai dan celaka. 

Lalu, apakah kemudian kita tidak harus giat bekerja? Perhatikanlah terlebih dahulu konsep utama ini: “Carilah akhirat, barulah jangan lupa pada dunia.” Jangan dibalik. Bila dibalik, akan membuat kita menyesal di kehidupan yang sesungguhnya. Karena, akhiratlah yang seharusnya mendapatkan porsi terbesar dalam setiap keputusan dan aktivitas kita. Barulah dunia. 

Di akhirat nanti banyak orang yang menyesal karena kurang bersungguh-sungguh menghadapi sidang pertanggung-jawaban di hari kiamat nanti. Tentunya, semua penyesalan itu sudah terlambat. Orang yang menyesal berkata, “Mengapa aku tidak menyiapkan diri untuk hidupku yang sekarang.”

Oleh karena itu, bagi kita yang masih diberi kesempatan oleh Allah Azza wa Jalla hingga hari ini, marilah kita selalu mengingat akan hari dimana bumi akan diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat bertubi-tubi hingga bumi menjadi rata. Semua manusia akan dikumpulkan. Manusia saat itu sangat ketakutan. Ini adalah hari pertemuan yang sangat mencekam. Allah ketika itu menyidang hamba-hamba-Nya dengan kebesaran-Nya. Tanpa ada yang terlewatkan dan tanpa ada kebohongan. Semua detik kehidupan diputar ulang beserta penghitungan. Para malaikat menjadi panglima. Tidak ada yang mampu berkata-kata. Semua diam dan tunduk. 


Bersyukurlah kita menjadi umat Rasulullah Muhamad Shallallahu 'alaihi wasallam. Dalam riwayat Jami Ash-shaghir, Rasulullah bersabda, “Akulah yang hari itu diperkenankan untuk pertama kalinya bersujud. Setelah itu barulah orang-orang beriman yang akan bersujud.” 

Orang yang beruntung hidupnya di hari itu adalah orang ittiba’ (mengikuti) kepada beliau. Hari itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam akan mengenali umatnya karena wajah mereka bersinar karena banyak berwudhu. Yang menerima rapotnya dengan tangan kanannya. Yang di keningnya ada bekas-bekas tanda sujud. Yang memiliki cahaya di depannya, di belakangnya, kanan, kiri, atas, dan di bawah tubuhnya. 

Lalu apa yang kini harus kita lakukan? Saat ini juga, ubahlah orientasi hidup kita. Ingalah bahwa kehidupan yang hakiki sejatinya ada di akhirat. Bukan di dunia. Dunia ini hanyalah tempat untuk mencari bekal terbaik untuk hidup di akhirat. Deteksi kondisi diri dengan dua dari enam rukun iman yaitu beriman kepada Allah dan beriman kepada yaumil akhir; untuk memastikan kita on the track to go to akhirat atau tidak. 

Bila kita keimanan kita pada keduanya dalam keadaan yang baik maka kita masih menjadi mu’min. Bila ternyata hanya satu yang dalam keadaan baik, maka kita sudah menjadi orang munafik. Bila tidak keduanya, maka saat itu kita sudah termasuk dalam kondisi kafir. Padahal, kita tidak pernah tahu, kapan panggilan ajal datang menjemput. Maka, mari selalu bersiap untuk kehidupan yang tanpa akhir.*

Sebelumnya :
Selanjutnya :