Anjuran beribadah di rumah bukan berarti melarang pergi ke masjid. Namun Arif menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan solusi agama untuk menghentikan penyebaran virus dan tempat ibadah tidak menjadi ruang penyebaran patogen.
UMMATTV JAKARTA--“Kami dari MCCC melihat ada grafik yang terbalik. Dulu di awal Maret, grafiknya kecemasan tinggi tapi perkembangan coronanya masih sedikit sehingga masyarakat kemudian menjadi segala aktivitasnya di rumah. Sekarang terbalik, mungkin karena ada narasi damai dan New Normal, coronanya meningkat dan kecemasan masyarakat menurun. Ini jadi bahaya,” ungkap Arif Jamali Muis dalam kajian Covid-19 Talk dengan tema Tuntunan Ibadah Idul Adha dan Pelaksanaan Ibadah Qurban yang dilaksanakan pada Rabu (24/6).
Arif menegaskan bahwa pihak MCCC bersikap tentang pentingnya kehati-hatian di masa Pandemi Covid-19 ini. Sampai vaksin berhasil ditemukan, strategi perlawanan terhadap virus yang bisa diambil tentu saja adalah memutus rantai penyebarannya. Jika penemuan vaksin menjadi fokus ilmuwan secara global, maka masing-masing secara personal bisa fokus pada bagaimana melakukan kebalikan dari apa yang disukai oleh virus, seperti membuat diri tetap berada di rumah dan saling menjaga jarak fisik.
“MCCC merupakan gugus tugas Muhammadiyah yang berasaskan Islam, maka bagi tuntunan Agama itu penyelamatan jiwa jadi nomer satu. Karenanya tuntunan yang sudah dikeluarkan PP Muhammadiyah dengan Majelis Tarjih dan MCCC, semua kerangkanya harus dibaca utuh, yaitu menyelamatkan jiwa,” ujar Arif.
Wakil Ketua MCCC PP Muhammadiyah ini juga mengatakan bahwa anjuran beribadah di rumah bukan berarti melarang pergi ke masjid. Namun Arif menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan solusi agama untuk menghentikan penyebaran virus dan tempat ibadah tidak menjadi ruang penyebaran patogen. Terkait dengan konsep zonasi yang keluarkan pemerintah, Arif mengimbau agar masyarakat tetap meningkatkan kewaspadaan.
“Sebenarnya masih banyak perdebatan soal penzonaan itu. Di MCCC sendiri, kalau pun zona itu zona hijau menurut Pemerintah, maka bagi MCCC tetap memerlukan kehati-hatian dan kewaspadaan tingkat tinggi. Penzonaan boleh lah kalau memang itu menjadi ketetapan pemerintah, tetapi bagi MCCC catatannya adalah tidak boleh menurunkan kewaspadaan,” tutur Arif.
Selain itu, Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Fuad Zeinmenegaskan bahwa penetapan fatwa Majelis Tarjih tetap mengacu pada ahli yang bersumber dari pihak otoritas kesehatan di lapangan. Fuad menambahkan bahwa Majelis Tarjih hanya memproduksi fatwa dari hasil data kerja lapangan tenaga medis. Namun Fuad menyayangkan masih ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa anjuran pelaksanaan ibadah di rumah bukan bagian dari menjaga agama (hifdzu al-din).
“Hifdzu din tetap dilaksanakan, hanya teknis pelaksanaannya yang berubah. Salat tetap salat, sama tidak ada yang berubah. Cuma teknis pelaksanaannya yang berubah, karena dalam rangka saddu dzariah, kita mencoba untuk berhati-hati kemungkinan terkena oleh corona. Jadi, anjuran salat di rumah merupakan bagian hifzu din juga,” terang Fuad.
Tuntunan Ibadah Salat Idul Adha
Arif mengatakan beberapa waktu lalu MCCC bersama Majelis Tarjih membahas hal penting dalam rangka ibadah kurban. Hingga saat ini, kata Arif, belum ada yang menunjukkan grafik penurunan penderita positif corona. Selain itu, munculnya kasus ribuan orang yang terkena seminggu sampai satu bulan selepas idul Fitri menandakan bahwa euforia ritual keagamaan dapat menjadi potensi penyebaran virus.
“Hasil analisa kami bahwa ada kemungkinan euforia lebaran itu muncul. Karenanya kita berdiskusi dengan Majelis Tarjih bahwa salat Idul Adha persis sama dengan tuntunan salat Idul Fitri yaitu di rumah,” kata Arif.
Dalam surat Edaran PP Muhammadiyah Nomor 06/Edr/I.0/E/2020 tentang Tuntunan Ibadah Puasa Arafah, Iduladha, Kurban, dan Protokol Ibadah Kurban pada Masa Pandemi Covid-19 Muhammadiyah meniadakan salat Idul Adha di lapangan. Menurut Fuad, hal tersebut berdasarkan QS. Al Baqarah ayat 195 yang makna harfiahnya larangan menjerumuskan diri pada kehancuran. Selain itu ada pula Hadis larangan merusak dan membuat kerusakan.
“Dari dalil ini menyimpulkan bahwa kita melaksanakan salat Idul Adha di rumah. Namun sekarang ada perubahan status zonasi yang dikeluarkan pemerintah, sehingga kita menggunakan bahasa zonasi, tapi harus diputuskan oleh pihak yang berwenang. MCCC dan Majelis Tarjih berpendapat ada peluang melaksanakan salat Idul Adha seperti biasa tapi harus ada tetap mengikuti protokol kesehatan,” kata Fuad.
Kasi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY Anung Endah Suwasti yang juga sebagai pemateri dalam kajian ini juga menegaskan agar masyarakat mengikuti dengan patuh segala protokol kesehatan dalam memilih dan menyembelih hewan kurban.
“Walau pun dalam Idul Adha menyembelih hewan, kita tetap harus melindungi manusianya. Karena hewannya tidak menularkan penyakit melainkan kontak antar manusia. Jadi, diatur bagaimana penjualan hewan itu harus berizin, dan maksimal dengan pembelian secara online untuk mengurangi kontak,” ungkap Anung.
Tags: Muhammadiyah, Idul qurba