Perjuangan Ustad Sihabuddin Menjaga Pendidikan Berbasis Warga

Perjuangan Ustad Sihabuddin Menjaga Pendidikan Berbasis Warga

Yang saya sesalkan itu bukan fasilitas atau ilmunya kurang, tapi kalau tidak ada yang mau mengamalkan. Padahal masyarakat masih percaya.”

BOGOR UMMATTV.COM — Perjalanan panjang Ustad Sihabuddin dalam dunia pendidikan berakar kuat dari tanah kelahirannya di Kampung Situpete, RT 01 RW 10 Kelurahan Sukadamai, Tanah Sareal, Bogor. Tokoh pendidikan yang dikenal dekat dengan masyarakat ini telah lebih dari dua dekade mengabdikan hidupnya untuk membangun fondasi belajar anak-anak dan para ibu- dan bapak bapak di lingkungannya.


Berawal dari Pesantren dan Pengabdian Keluarga

Ustad Sihabuddin menikah dengan Aisyah pada tahun 1992 di Pesantren Al-Fattah—yang sebelumnya bernama Pesantren Miftahul Huda. Keduanya sama-sama ditempa oleh pendidikan pesantren sejak usia muda. Aisyah bahkan telah dipercaya membina santri-santri baru di pesantren sebelum menikah, sebuah bekal yang kemudian menjadi modal besar dalam perjalanan dakwah keluarga.

Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak yang tumbuh dalam tradisi ilmu, adab, dan kesungguhan dalam belajar.

Profil Keluarga

1. Siti Kamilatussa’diyah 

Putri pertama ini menempuh pendidikan di pesantren selama enam tahun. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia melanjutkan perjalanan ilmiahnya ke Kairo, Mesir, untuk memperdalam ilmu agama. Ketekunan dan kecintaannya pada dunia belajar menjadi kebanggaan keluarga dan masyarakat Kp. Situpete Sukadamai Bogor.


2. Muhammad Zaki Aulia 

Sejak lulus SD, Fatih langsung menempuh pendidikan pesantren selama kurang lebih enam tahun, kemudian menambah satu tahun khusus untuk memperkuat hafalan Al-Qur’an. Ia melanjutkan studi ke PTIQ Jakarta dan telah menyelesaikan pendidikannya.

Saat ini, Fatih bekerja sambil melanjutkan belajar di sebuah lembaga pendidikan di kawasan Cimanggu, Bogor, di bawah binaan salah satu direktur PDAM. Perjalanan Fatih menunjukkan bahwa tradisi ilmu yang diwariskan orang tuanya terus berlanjut.


Majelis Taklim dari Lahan Wakaf

Pada tahun 2005, melihat kebutuhan masyarakat terutama ibu-ibu akan ruang pembinaan agama, Ustad Sihabuddin bersama istrinya merintis sebuah majelis taklim yang diberi nama Miftahul Huda. Lokasinya berada di atas lahan wakaf dari seorang warga yang hendak menunaikan ibadah haji.

Dengan proses pembangunan hanya tiga bulan dari hasil urungan warga kp Situpete, bangunan itu langsung difungsikan sebagai pusat kegiatan keagamaan. Majelis taklim ini berkembang pesat, menjadi ruang belajar yang melahirkan banyak ibu-ibu penggerak dakwah dan pendidikan keluarga.

Merintis PAUD: “Agar Anak Punya Pondasi”

Masih pada tahun 2005, pasangan ini mendirikan pendidikan anak usia dini (PAUD/TK) di rumah mereka. Menurut Ustad Sihabuddin, keputusan ini berangkat dari keperluan anak-anak agar memiliki dasar karakter dan agama sejak usia dini.

Iya melihat saat majelis taklim udah mulai hidup, banyak anak-anak mereka turut hadir usia TK. Maka bersama istrinya mulai membuka TK dengan mengambil lokasi di rumah ust Sihabuddin.

Awalnya hanya 3–5 murid yang belajar. Namun, berkat kesungguhan dan pengalaman sejak di pesantren Aisyah dalam mengajar, jumlah itu melonjak hingga lebih dari 50 anak. PAUD ini menjadi salah satu pusat pendidikan anak usia dini yang paling dipercaya masyarakat di Kampung Situpete saat itu.

Hingga tahun 2013 tahun wafatnya Aisyah istri pertama kegiatan PAUD dan majelis taklim terus berjalan dengan kondusif dan penuh dinamika positif.

Masa Setelah Istri Wafat: Tantangan dan Penurunan Aktivitas

Kepergian sang istri pada 2013 menjadi titik berat dalam perjalanan lembaga pendidikan tersebut. Pengelolaan yang sebelumnya dipimpin oleh sosok sentral kini tidak lagi berjalan seoptimal dahulu.

Istri kedua Ustad Sihabuddin yang sekarang merupakan seorang ASN sehingga tidak dapat terjun penuh mengelola lembaga. Sementara itu, kedua anaknya masih fokus pada pendidikan dan karier masing-masing.

“Gurunya sudah ada, manajemen sudah ada, tetapi tidak ada yang memegang penuh seperti dulu,” ujarnya disaat tim media menemuinya di sela-sela kegiatan jalan pagi.

Walau anak-anaknya memiliki latar pendidikan kuat bahasa Arab, bahasa Inggris, hafalan, dan ilmu agama mereka belum siap mengambil alih tanggung jawab besar tersebut.

“Ilmu ada, fasilitas ada, tempat ada. Tapi kalau anaknya belum siap turun, ya itu yang bikin berat,” pungkasnya.

Kepercayaan Warga Masih Kuat, Harapan Tetap Terjaga

Aktivitas PAUD kini memang tidak semasif dahulu, tetapi kepercayaan masyarakat RT 01 RW 10 dan sekitarnya masih sangat besar. Banyak warga berharap lembaga ini tetap bertahan dan kembali bergerak seperti sebelumnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam lima tahun terakhir, kondisi lembaga sempat menurun. Namun jika ada kesiapan pengelola baru baik dari anak-anaknya maupun pihak lain ia siap mendukung penuh kebangkitannya.

“Kalau anak mau bergerak, mau berjuang, insya Allah saya dukung. Tempatnya sudah lengkap, sarana ada, dan ijin juga sudah lengkap, tinggal kemauan. Kita lihat satu tahun ke depan. Kalau tidak ada yang melanjutkan juga, barulah kita musyawarahkan, apakah keputusannya ditutup atau bagaimana.”

Warisan Pengabdian yang Ingin Terus Hidup

Di tengah tantangan regenerasi, Ustad Sihabuddin tetap memandang perjuangan pendidikan ini sebagai amanah besar yang ia tanam sejak tahun 2005. Sebuah warisan yang tidak ingin ia lihat redup begitu saja.

“Yang saya sesalkan itu bukan fasilitas atau ilmunya kurang, tapi kalau tidak ada yang mau mengamalkan. Padahal masyarakat masih percaya.”

Kisah perjuangan ini menjadi bukti bahwa pendidikan dapat tumbuh dari ketulusan, dari lahan wakaf yang sederhana, dan dari semangat keluarga yang ingin membangun generasi.

Sebelumnya :