Ingatlah ketika kita pelan-pelan mulai menjauh dari syariah Islam, bahwa kelak kita akan kembali kepada Allah, suka atau tidak suka. Kita juga akan kembali untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita lakukan suka atau tidak suka.
Oleh KH. Bachtiar Nasir
Bismillahirrahmanirrahiim.
BERTAKWALAH dalam kesungguhan karena takwa harus dibangun diatas pijakan komitmen. Tidak dapat dilakukan setengah-setengah, juga tidak dapat dilakukan sambil lalu. Berislam dan menjalankan semua syariah-Nya itu harus juga bersungguh-sungguh. Jangan sampai ketidaksungguhan kita akan merusak ketaatan, lalu setahap demi setahap melunturkan komitmen kita sebagai orang beriman. Bahkan, beriman secara radikal dalam konteks yang positif juga perlu dilakukan.
Artinya, misalkan ingin berdemokrasi atau bertoleransi, semua itu boleh dilakukan sebagai bentuk ikhtiar. Asalkan tetap berpijak pada nilai-nilai iman dan Islam. Juga, tanpa melangkahi aturan Allah Ta’ala. Jangan sampai jargon-jargon itu justru mengaburkan identitas kita sebagai orang beriman, hingga tanpa sadar kita sudah termasuk dalam golongan orang yang sekuler, liberal, fasik, dan munafik.
Ingatlah ketika kita pelan-pelan mulai menjauh dari syariah Islam, bahwa kelak kita akan kembali kepada Allah, suka atau tidak suka. Kita juga akan kembali untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita lakukan suka atau tidak suka. Dan, kita juga akan menuai hasil dari setiap pilihan-pilihan yang kita lakukan, suka atau pun tidak.
Mari kita ingat kembali kisah Nabi Yunus As yang dilemparkan ke laut. Tidak ada yang menyangka bahwa orang yang paling baik dan paling tekun beribadah di dalam kapal itulah yang justru terpilih. Namun, Nabi Allah yang satu ini memang telah memilih mengabaikan kaumnya karena kecewa menghadapi kaumnya. Sehingga ia meninggalkan kaumnya, Ninawa, dan meninggalkan tugasnya sebagai seorang penyampai risalah.
Nabi Yunus kemudian ditelan oleh seekor ikan besar dan dibawa ke dasar laut yang gelap. Seolah tidak ada lagi harapan baginya untuk dapat naik ke darat dan menjalani hidup sebagai seorang manusia.
Namun, dengan doa yang dibisikkannya dari hati yang paling tuluslah, Nabi Yunus as dapat selamat dan diampuni Allah Ta'ala. Sebagaimana peristiwanya diabadikan dalam surat Al-Anbiya' ayat 87-88:
وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ
فَاسْتَجَبْنَا لَهٗۙ وَنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْغَمِّۗ وَكَذٰلِكَ نُـْۨجِى الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka, Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (Surat Al Anbiya’: 87-88).
Hal yang paling esensial dari doa Dzun Nun (Nabi Yunus) ini adalah pengakuan atas kesalahan yang telah dilakukannya serta penegasan bahwa hanya Allah Ta’ala saja yang berhak disembah. Dengan doa ini, Yunus As akhirnya dibawa kembali oleh ikan besar yang menelannya, kembali ke daratan. Nabi Yunus As juga diperkenankan Allah Ta’ala untuk kembali bertemu dengan kaumnya dalam kondisi yang sudah bertaubat dan menanti bimbingan Nabi Yunus As.
Inilah luar biasanya kekuatan doa yang dipanjatkan oleh hati yang benar-benar pasrah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Layaknya peristiwa Nabi Yunus, bukan cuma selamat, tapi urusannya diselesaikan oleh Allah tanpa campur tangan Nabi Yunus lagi. Oleh karena itu, jangan putus asa terhadap situasi yang sedang kita hadapi. Ada doa yang kekuatannya menjadi senjata bagi seorang mu’min.
Berdoalah untuk setiap urusan. Termasuk dalam urusan keluarga. Laki-laki yang lemah adalah lelaki yang kerap menggunakan amarah untuk menghadapi permasalahan dengan istrinya. Ayah yang lemah adalah ayah yang senantiasa menggunakan kekuatan dan kekuasaannya untuk menekan anak-anaknya di rumah, manakala datang persoalan. Suami dan ayah seperti ini biasanya sangat jarang berdoa dan sangat jarang melembutkan hatinya untuk memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla. Perbanyaklah dzikir dan doa kepada Allah Ta'ala, di baliknya ada kekuatan dan pertolongan yang luar biasa.
Selama ini kita kurang mampu melihat pertolongan Allah di balik doa dan dzikir, mungkin karena kita terlalu banyak menggunakan rasionalitas. Sehingga kita mengutamakan logika dan pikiran; tak mampu merasa dan membaca intuisi. Mungkin juga karena kita terlalu materialistik sehingga tidak mampu melihat sesuatu yang ghaib. Contohnya, orang tua lebih sering mentransfer uang untuk biaya kebutuhan kuliah anak, kemudian sudah merasa melakukan yang terbaik; dibandingkan ia lebih sering mentransfer doa untuk kesuksesan kuliah anak.
Meskipun keduanya penting, tetapi mendoakan kesuksesan anak tentu jauh lebih penting. Pernahkah orangtua terutama seorang ayah mendoakan anaknya seperti Zakaria As yang berdoa untuk kehadiran Yahya As? Atau, seorang ibu berdoa untuk anaknya seperti Hannah binti Faqud, ibunda Maryam, yang mendoakan putrinya ketika berada di dalam kandungan?
إِذْ قَالَتِ امْرَأَةُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيم
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَان الرَّجِيمِ
“Ya Robbi, sesungguhnya aku bernadzar kepada-Mu, apa yang ada dalam kandunganku kelak akan menjadi hamba yang mengabdi kepada-Mu, maka terimalah nadzarku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha mendengar, lagi Maha mengetahui.” (Surat Ali Imran: 35-36).
Yaitu memanjatkan doa yang mengantarkan anak-anaknya untuk tidak tunduk pada dunia, yang mengantarkan mereka kembali kepada Allah Swt, dan membaktikan seluruh hidupnya untuk menjaga agama. Jika anak juga dibiasakan untuk mendoakan kedua orantuanya, tentu juga akan terbuka pintu-pintu berkah untuk seluruh anggota keluarga.
Akhirnya, bila kita tertimpa masalah, maka bertahanlah pula dengan doa. Yaitu, dengan mengatakan, “Qadarullah wa massyaaa fa’ala,” yang artinya, “Allah telah menakdirkannya dan apa yang Dia kehendaki, Dia perbuat.” Berdoalah pula seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam manakala menghadapi musibah.
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَه فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ
"Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu, dan anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku berada di tanganMu, hukumMu berlaku terhadap diriku, dan ketetapanMu adil pada diriku. Aku memohon kepadaMu dengan segala Nama yang menjadi milikMu, yang Engkau namai diriMu dengannya, atau yang Engkau turunkan di dalam kitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhlukMu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisiMu, maka aku mohon dengan itu agar Engkau jadikan Alquran sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku, pelipur kesedihanku, dan penghilang bagi kesusahanku.”
Juga penting, bagi kita untuk memahami apa isi doa yang kita panjatkan. Akan sangat baik, jika doa berisi pengakuan bahwa Dialah Yang Mahaperkasa dan Mahakuasa atas segala sesuatu. Kitalah yang lemah dan Dialah Allah, sumber dari segala kekuatan dan kemampuan.*
Tags: Khutbah Jumat, Ust Bahtiar Nasir