Kepala BNPB : Indonesia Bukan Supermarket Bencana Tetapi Laboratorium Bencana

Kepala BNPB : Indonesia Bukan Supermarket Bencana Tetapi Laboratorium Bencana

(AMBON) Ummattv.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Ganip Warsito mengajak civitas akademika untuk berinvestasi dalam pengurangan risiko bencana guna mewujudkan impian dan visi Indonesia hingga tahun 2045. Hal itu disampaikan Ganip saat memberikan kuliah umum di hadapan para mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Kota Ambon, Maluku, Selasa (19/10), sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tahun 2021.

Dalam sambutannya, Ganip menjelaskan bahwa pengurangan risiko bencana menjadi sebuah investasi yang penting guna meminimalisir dampak dari potensi ancaman bencana yang ada di Tanah Air. Adapun bentuk dari investasi PRB yang dimaksud adalah investasi struktural, kultural, sumber daya manusia (SDM), ilmu pengetahuan dan teknologi serta keuangan.

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki seluruh potensi bencana mulai dari hidrometeorologi, vulkanologi, geologi, bencana sosial hingga non alam seperti pandemi COVID-19. Dari serangkaian potensi bencana tersebut, Ganip menyebut bahwa Indonesia sering disebut sebagai supermarket bencana. Akan tetapi, sebutan tersebut mungkin kurang tepat, dia berpendapat Indonesia dengan potensi bencananya layaknya sebuah laboratorium bencana sehingga wajib untuk dipelajari untuk disiapkan langkah-langkah antisipasi dan pencegahannya.

“Saya menyebut Indonesia ini adalah laboratorium bencana. Karena semua bencana ada di Indonesia dan kita harus bisa mempelajarinya untuk menyiapkan langkah-langkah mitigasi dan kesiapsiagaan yang baik” jelas Ganip.

Investasi struktural yang dimaksud Ganip adalah melalui pembangunan infrastruktur berdasarkan kajian risiko bencana. Infrastruktur itu sendiri dapat berupa bangunan ciptaan manusia seperti gedung atau sarana dan prasarana lainnya, maupun dengan pemanfaatan ekologi dan sistem vegetasi sebagai penyangga atau pelindung dari ancaman bencana.

“Baik berupa bangunan tahan bencana maupun penanaman dan pemeliharaan vegetasi yang dapat menjadi buffer bagi jenis bencana tertentu seperti tsunami, maupun bencana hidrometeorologi,” jelas Ganip.

Investasi selanjutnya adalah Kultural yang lebih mengarah kepada bagaimana mengubah paradigma masyarakat dalam penanggulangan bencana yang mulai dari responsif menjadi preventif. Hal itu menurut Ganip dapat dilakukan melalui sosialisasi, edukasi maupun pemanfaatan budaya dan kearifan lokal di tiap-tiap daerah.

"Investasi kultural atau non-struktural ini dapat diupayakan melalui literasi kebencanaan, edukasi, maupun sosialisasi, serta pengembanganya dapat dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal setempat,” kata Ganip.

Investasi pengurangan risiko bencana berikutnya adalah menyangkut bagaimana kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) ditingkatkan. Ganip menilai, masyarakat harus memiliki kapasitas dalam penanggulangan bencana yang dimulai dari pembangunan karakter manusia yang tangguh bencana.

"Investasi sumber daya manusia ini pada dasarnya untuk membentuk karakter masyarakat yang tangguh bencana,” jelas Ganip.

Dalam pengurangan risiko bencana, investasi Iptek juga menjadi bagian yang tidak kalah penting. Bentuk dari investasi ini adlaah dengan menciptakan teknologi yang dapat digunakan untuk monitoring, analisa dan asesmen dalam pengurangan risiko bencana.

Dengan kata lain, Iptek juga dapat diartikan sebagai kontribusi pemikiran dan teknologi yang tepat oleh para akademisi, pakar maupun peneliti.

Investasi yang terakhir adalah mengenai anggaran keuangan. Hal ini menyangkut tentang investasi yang dikeluarkan untuk pengurangan risiko bencana, sehingga dapat menyelamatkan aset yang bernilai lebih besar, baik anggaran untuk implementasi program maupun melalui asuransi bencana.

Melalui kuliah umum tersebut, Ganip juga mengajak kampus IAIN Ambon agar dapat lebih memaksimalkan peran perguruan tinggi dalam penanggulangan bencana, sebagaimana yang diintegrasikan ke dalam tri dharma perguruan tinggi.

Di samping itu, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020, wujud dari peran perguruan tinggi itu dapat dilakukan melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik atau kegiatan lain yang mengacu pada aspek pencegahan dan kesiapsiagaan.

“Sangat banyak kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa dan perguruan tinggi dalam hal penanggulangan bencana, terutama dalam aspek pencegahan dan kesiapsiagaan, diantaranya adalah melatih kesiapan teknis perguruan tinggi, dalam menghadapi bencana,” kata Ganip.

Melalui kesiapan teknis, maka pelatihan seperti kesiapsiagaan ketika terjadi gempa bumi, maupun latihan evakuasi korban pasca gempa terjadi dapat dilakukan dengan harapan seluruh warga kampus lebih tangguh dalam menghadapi bencana.

"Dengan pelatihan kesiagaan bencana tersebut, diharapkan dapat terwujudnya kampus tangguh bencana,” tandas Ganip.

Sebelumnya :
Selanjutnya :