REDAKSI HADIS:
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذُنِي فَيُقْعِدُنِي عَلَى فَخِذِهِ وَيُقْعِدُ الْحَسَنَ عَلَى فَخِذِهِ الْأُخْرَى ثُمَّ يَضُمُّهُمَا ثُمَّ يَقُولُ: اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمَا فَإِنِّي أَرْحَمُهُمَا
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengambilku dan mendudukkanku di atas pahanya serta meletakkan Hasan di paha beliau yang satu, lalu beliau mendekap keduanya kemudian berdoa, “Ya Allah, sayangilah keduanya karena aku menyayangi keduanya.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, Shahih al-Bukhari, Kitab al-Adab, Bab “Meletakkan Anak di Pangkuan”, no. 6003.
Beliau adalah Usamah bin Zaid bin Haritsah al-Kalbi radhiyallahu anhuma. Ayah beliau, Zaid, adalah maula (budak yang dimerdekakan) oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau dan ayahnya dijuluki “hibbu rasulillah” (kecintaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam). Ibu beliau adalah Ummu Aiman yang juga merupakan ibu asuh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Usamah lahir pada tahun 7 sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berhijrah ke Medinah. Sejak kecil dan pada masa mudanya, Usamah tumbuh berkembang dalam peribadatan dan ketaatan kepada Allah azza wajalla dan tidak pernah mengenal dan mengalami praktek kesyrikan. Beliau ikut berhijrah ke Medinah dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sangat mencintai beliau sehingga memperlakukannya bagaikan keluarga beliau sendiri. Dalam usia yang masih belia, Usamah telah mendapat amanah besar dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam untuk menjadi komandan pasukan kaum Muslimin dalam menghadapi pasukan Romawi di Syam. Ketika Khaifah Usman bin Affan radhiyallahu anhu wafat, Usamah menjauhi perselisihan dan perang fitnah yang terjadi di kalangan sahabat. Di akhir hayatnya, Usamah bin Zaid radhiyallahu anhuma kembali ke Madinah setelah sebelumnya berdomisili di daerah Syam dan akhirnya wafat di daerah Jurf, pada masa akhir pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu anhum jamian, tahun 54 H.
1. Bolehnya menceritakan pengalaman dan keutamaan bersama dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau para ulama dalam rangka taklim atau untuk diambil hikmah dan pelajaran darinya dan bukan untuk riya’ atau sum’ah atau untuk membanggakan diri.
2. Sunahnya memangku anak kecil di atas paha kita dan memeluknya sebagai bentuk rasa cinta dan sayang kepadanya.
3. Keutamaan dua sahabat mulia; Usamah bin Zaid dan Hasan bin Ali radhiyallahu anhum karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegaskan bahwa beliau menyayangi keduanya.
4. Doa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk kedua sahabat tersebut agar mendapatkan kasih sayang dari Allah azza wa jalla sebagaimana keduanya mendapatkan kasih sayang dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan doa beliau insyaallah mustajab dan dikabulkan oleh Allah tabaraka wa ta’ala.
5. Setiap orang tua sepatutnya melakukan hal yang sama kepada anak-anaknya yaitu menampakkan rasa cintanya kepada mereka, di antaranya dengan cara memangku dan merangkul mereka serta senantiasa mendoakan kebaikan kepada anak-anaknya.
Footnote:
(1) Lihat: al-Isti’ab karya Ibn Abdilbarr (1/75), Usdu al-Ghabah karya Ibn al-Atsir (1/194), dan al-Ishabah karya Ibnu Hajar (1/ 202).