Catatan Bincang Pagi Bersama H. Hermansyah: Pendidikan, Kemandirian, dan Kejujuran

Catatan Bincang Pagi Bersama H. Hermansyah:  Pendidikan, Kemandirian, dan Kejujuran

H Hermansyah tegaskan pentingnya bersahabat dengan para praktisi, membangun jaringan, dan belajar langsung dari kehidupan nyata. Inilah

Oleh :  Anwar Aras 


Pagi yang sejuk di bilangan Margonda Depok, Jawa Barat, menjadi suasana berharga ketika penulis berkesempatan berbincang santai sambil berjalan pagi bersama H. Hermansyah, seorang praktisi dan pemerhati pendidikan sekaligus tokoh masyarakat asal Banjarmasin.

Dari perbincangan tersebut, mengalir berbagai gagasan yang menarik tentang pendidikan, kemandirian, kejujuran, hingga pentingnya keteladanan dalam kehidupan sosial dan beragama.

Pendidikan Bukan Sekadar Gratis, Tapi Bernilai

Menurutnya salah satu kekeliruan dalam memandang pendidikan hari ini adalah menganggap fasilitas gratis sebagai tujuan utama. Padahal, pendidikan bukan sekadar soal bangunan, sekolah, atau pembebasan biaya.

“Kalau semuanya gratis, orang memang senang. Tapi nilai pendidikannya justru bisa hilang,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa pendidikan yang baik seharusnya mengajak peserta didik untuk berusaha, mandiri, dan bertanggung jawab, bukan membiasakan ketergantungan. Ilmu yang diperoleh dengan proses, perjuangan, dan kesadaran akan jauh lebih membekas dan bermanfaat dibandingkan sekadar menerima tanpa keterlibatan.

Siapkan Mental Mandiri Sejak Dini

Ia juga menekankan pentingnya menanamkan pola pikir mandiri dan kreatif sejak awal, termasuk dalam memahami dunia usaha dan kehidupan. Anak-anak perlu diajarkan bagaimana hidup dijalani dengan perhitungan, tanggung jawab, dan kehati-hatian.

“Harus ada catatan: modal berapa, penghasilan berapa, yang harus diputar lagi berapa. Itu pendidikan hidup,” jelasnya.

Menurutnya, pendidikan yang baik akan melahirkan manusia yang mampu mengelola dirinya sendiri, bahkan kelak bisa lebih maju dari para pendahulunya, bukan sekadar menjadi penikmat fasilitas.

Jangan Sombong, Belajar Itu Butuh Jam Terbang

Dalam konteks dunia usaha dan organisasi, H. Hermansyah mengingatkan agar tidak tergesa-gesa membangun formalitas, seperti mendirikan PT sebelum benar-benar memiliki pengalaman dan kemampuan.

“Kerja dulu, belajar dulu, cari jam terbang. Jangan merasa hebat,” tegasnya.

Kesombongan, menurut beliau, adalah penghalang terbesar ilmu. Ketika seseorang merasa sudah tahu segalanya, maka pelajaran apa pun tidak akan lagi masuk. Padahal, sikap terbuka dan rendah hati adalah kunci pertumbuhan pribadi.

Hal menarik lainnya adalah kritik beliau terhadap budaya menasihati yang sering tidak sehat. Banyak orang gemar memberi nasihat, tetapi tidak siap dinasihati, apalagi dikritik.
“Jarang orang berkata: ‘Tolong nasihati saya.’ Padahal itu yang diajarkan agama,” ungkapnya.

Agama mengajarkan timbal balik: saling mendoakan, saling mengingatkan, dan saling memperbaiki. Namun nilai ini kerap diabaikan, berhenti sebatas bahan ceramah tanpa teladan nyata dalam kehidupan keluarga dan sosial.

Teori Harus Bertemu Praktik

H. Hermansyah menekankan bahwa teori tanpa praktik akan timpang. Orang yang hanya kuat di teori tetapi lemah dalam pergaulan sosial, sulit membangun jaringan, dan enggan belajar dari orang lain, pada akhirnya akan terasing. “Orang hebat sendirian itu berbahaya,” katanya.

Ia menegaskan pentingnya bersahabat dengan para praktisi, membangun jaringan, dan belajar langsung dari kehidupan nyata. Inilah esensi pendidikan sejati: memadukan ilmu, akhlak, dan pengalaman.

Meneladani Rasulullah dalam Kehidupan nyata

Dalam penutup perbincangan, H. Hermansyah mengajak untuk jujur bercermin. Banyak yang mengaku umat Rasulullah, rajin membaca Al-Qur’an, bahkan pandai menyampaikan ayat, namun belum sungguh-sungguh menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

“Jangan tertipu. Ayatnya disampaikan benar, tapi dipakai untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri,” ujarnya lugas.

Ia mengingatkan agar setiap orang lebih sering bertanya pada diri sendiri: apa kekurangan saya? bukan terus-menerus membanggakan kelebihan. Bahkan, menurutnya, pujian berlebihan justru bisa menjadi tanda bahaya bagi keikhlasan dan keselamatan diri.

Bincang pagi bersama H. Hermansyah bukan sekadar obrolan ringan, tetapi menjadi pengingat bahwa pendidikan sejati adalah proses membangun manusia seutuhnya mandiri, jujur, rendah hati, dan mau terus belajar. Pendidikan, agama, dan kehidupan sosial hanya akan bermakna jika disatukan dalam praktik nyata, bukan berhenti di wacana dan simbol semata.

Semoga catatan ini menjadi bahan renungan dan inspirasi, khususnya bagi kita semua baik untuk di rumah maupun bagi para pendidik, aktivis sosial, dan siapa pun yang peduli pada masa depan generasi bangsa.


H.Hermansyah dengan latar belakang pendidikan bidang kesehatan alumni Universitas Indonesia dan juga Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta. pernah mengajar dibeberapa kampus baik di Jogjakarta sendiri maupun di UI sebagai almamaternya, Tokoh asal Banjarmasin ini telah mendirikan beberapa kampus baik di Banjarmasin sendiri maupun di Bengkulu.  





Sebelumnya :