UMMATTV, JAKARTA--Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama mendukung upaya pengembangan produk kosmetik halal di Indonesia. Hal itu diungkapkan oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPJPH, Mastuki, saat menjadi narasumber Webinar bertema "Menyongsong Era Kewajiban Halal Kosmetika 2026" yang diadakan oleh PT Paragon.
"Kosmetik merupakan jenis produk yang berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) kita dikenai kewajiban bersertifikat halal. Kami mendukung pengembangan industri halal produk kosmetik ini agar produk halal nasional kita semakin mampu bersaing dan memanfaatkan potensi pasar yang besar, baik lokal maupun internasional," ungkap Mastuki melalui virtual meeting, Selasa (27/7/2021).
Sebelumnya, General Counsel dari PT Paragon Technology and Innovation, Yanne Sukmadewi, mengungkapkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan pengembangan produk kosmetik halal. Sebagai pelopor dan pionir produk kosmetik halal di Indonesia, pihaknya perlu untuk terus memastikan proses produksi yang dijalankannya dapat terus memenuhi standar halal sesuai ketentuan regulasi JPH yang secara dinamis telah mengalami perkembangan.
Menanggapi hal itu, Mastuki mengatakan bahwa untuk memastikan keterjaminan kehalalan produk, sertifikasi halal merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh pelaku usaha.
"Dengan melaksanakan sertifikasi halal yang dengan itu kemudian produknya memiliki sertifikat halal, maka kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk dapat diwujudkan." imbuh Mastuki.
Untuk mewujudkan hal itu, lanjut Mastuki menjelaskan, terdapat sejumlah hal yang harus dilakukan oleh pelaku usaha untuk mewujudkan proses produk halal (PPH). Pertama, harus dipastikan bahwa bahan baku yang digunakan adalah bahan baku halal. Kedua, dalam proses produksi tidak boleh tercampur dengan bahan atau barang yang haram/najis." kata Mastuki menjabarkan.
"Ketiga, pelaku usaha juga harus memastikan bahwa tempat, peralatan dan fasilitas produksi terpisah/dipisahkan dari kemungkinan kontaminasi barang yang haram. Selanjutnya, jika setelah proses produksi selesai ada masa penyimpanan produk, maka produk harus disimpan di tempat yang terpisah dengan barang yang haram/najis. Distribusi produk juga dipastikan harus berdasarkan prinsip kemaslahatan dan terhindar dari kontaminasi dengan barang-barang yang haram/najis," terang Mastuki.
Lebih lanjut, Analis Kebijakan pada Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Fitriah Setyarini, menjelaskan dengan gamblang prosedur pengajuan sertifikasi halal.
"Proses pengajuan sertifikasi halal mencakup beberapa tahapan. Pertama, pelaku usaha mengajuan permohonan sertifikasi halal kepada BPJPH. Kedua, BPJPH melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan yang dipersyaratkan. Ketiga, pelaku usaha memilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan kemudian BPJPH menetapkan LPH jika persyaratan permohonan dinyatakan lengkap." terang Fitri menjelaskan.
Selanjutnya, LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. Setelah itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan penetapan kehalalan produk melalui Sidang Fatwa Halal. Dan berdasarkan penetapan kehalalan produk dari MUI tersebut kemudian BPJPH menerbitkan sertifikat halal.
Adapun dokumen persyaratan yang wajib dipenuhi pelaku usaha untuk pengajuan sertifikasi halal, antara lain surat permohonan, formulir pendaftaran, nama produk dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, dokumen pengolahan produk dan sistem jaminan produk halal.
Pengajuan sertifikasi halal, lanjut Fitri, dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, pengajuan permohonan secara langsung melalui BPJPH atau Satgas Halal di daerah. Kedua, pengajuan permohonan secara elektronik menggunakan Sistem Informasi Halal (SI-HALAL).
"Adapun contoh surat permohonan dan formulir yang dibutuhkan sebagai dokumen persyaratan dapat Bapak Ibu akses dan didownload melalui website kami www.halal.go.id/infopenting." imbuhnya.