Wong Cilik

Wong Cilik


Oleh:

Murtadha Ibawi


JIKA sedemikian beratnya yang dialami oleh para pemuda Quraisy, bagaimana lagi dengan para budak, mantan budak, dan ‘kalangan bawah’? Jumlah mereka yang masuk Islam juga tidak sedikit.

Orang-orang seperti Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, Umar, dan Abdurrahman bin Auf, di belakang mereka ada keluarga besar. Ada kabilah yang melindungi jika terjadi apa-apa.

Kalaupun orang-orang seperti Utsman, Az Zubair, Thalhah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Mush’ab bin Umair ‘diberi pelajaran’, itu ‘pelajaran’ dari keluarga dekatnya saja. Dari paman-pamannya atau orang tuanya sendiri.

Berbeda dengan orang-orang seperti Salim mantan budak Abu Hudzaifah, Bilal bin Rabah, Khabbab bin Arat, Ammar bin Yasir, Amir bin Fuhairah, Syaqran, Shuhaib, dan yang semisal beliau. 

Mereka disiksa bukan sekedar untuk ‘memberi pelajaran’. Sebagian 'wong cilik' ini disiksa hingga meregang nyawa. Kalaupun ada yang selamat dari siksaan fisik, minimal mereka dicemooh.

Ayah dan ibu Ammar bin Yasir disiksa hingga syahid. Bilal bin Rabah diseret keliling Makkah, dijemur, lalu ditindih batu besar. Seolah mereka dimanfaatkan untuk memberi efek jera kepada khalayak ramai.

Ada pesan yang ingin disampaikan para elit Quraisy, “Ini akibatnya jika kalian berani-berani mengikuti agama Muhammad ﷺ!

Mereka tidak gentar. Tidak berbelok. Tidak goyah. Tidak berganti haluan. Tidak ‘lompat pagar’. Tidak berubah orientasi..

Mereka masuk Islam murni karena motif iman. Tidak ada motif lain. Mereka mungkin miskin, tapi mereka masuk Islam bukan karena ingin menentang golongan kaya. Bukan karena mereka ‘proletar’ lalu memusuhi kaum ‘borjuis’.

Dalam Islam, kaya dan miskin bukan persoalan. Yang jadi persoalan itu bagaimana manusianya memanfaatkan kekayaan. Yang jadi persoalan itu jika si kaya kemudian mengeksploitasi si miskin. Yang kuat memangsa yang lemah.

Dalam Islam, mereka menemukan hakikat keadilan. Mereka diajak memaknai kembali apa itu harta, apa itu kaya, apa itu miskin. Semua didudukkan sebagaimana mestinya. Keadilan itu bukan selalu bentuknya ‘sama rata sama rasa’. 

Mereka merasakan hakikat kemerdekaan. Menjadi hamba Allah adalah semerdeka-merdeka hamba. Mereka telah beralih dari penghambaan kepada sesama hamba menuju Rabb-nya para hamba.

Semua setara. Yang membedakan hanya taqwa.

Salim adalah mantan budak Abu Hudzaifah. Tapi dialah yang menjadi imam saat kaum muslimin tiba di Quba..

Siapa yang bermakmum di belakang Salim? Semua muhajirin, yang mana ini berarti mereka adalah para sahabat yang berdarah Quraisy. Mayoritas mereka "Qurasyiyuun". Mereka adalah para ‘tuan’..

Mereka bermakmum di belakang mantan budak. Yang namanya disebut oleh Rasulullah ﷺ sebagai rujukan dalam belajar Al Qur'an. Mantan budak yang namanya dirindukan oleh Al Faruq Umar bin Khattab ketika beliau jadi khalifah.

Zaid bin Haritsah adalah mantan budak. Tapi dia syahid dalam keadaan sedang menjabat sebagai komandan utama perang Mu'tah. Lihat, bagaimana beliau didahulukan dari Ja'far bin Abi Thalib.

Ya. Ja'far yang berdarah Quraisy. Bahkan bukan hanya ‘qurasyi’, beliau adalah ‘hasyimi’. Beliau berasal dari Bani Hasyim,intinya inti dari klan Quraisy.


Bilal!

Budak hitam yang dulu dilecehkan oleh orang-orang musyrik Quraisy. Budaknya Bani Jumah yang dulu begitu hina di mata mereka.

Kelak saat Fathu Makkah, dialah satu-satunya yang diizinkan oleh Rasulullah ﷺ untuk naik ke atas Ka'bah.

Disaksikan ribuan pasang mata.

Mantan budak yang dulu mereka hina, hari itu begitu mulia. 

Dia naik ke atas bangunan yang mereka paling muliakan. 

Di tempat yang paling mereka muliakan. 

Di hadapan kaum yang paling mulia.

Di atas Ka'bah itu dia kumandangkan seruan paling mulia, adzan.

Saat itu Quraisy seolah merasa 'diinjak-injak' oleh seorang mantan budak. 


Lihat Ammar! 

Mantan budak bisa jadi gubernur. Bukan sekedar gubernur bahkan. Karena luasan kekuasaannya setara wilayah negara di zaman ini.

Khabbab! 

Mantan budak, dihina dan disiksa.

Lihat Khabbab. Dia memang mantan budak, tapi dialah yang diamanahkan untuk menjadi guru bagi keluarga Sa'id bin Zaid. Salah satu keluarga dari klan darah biru Quraisy.

Yang seperti itu, tidak akan bisa kita saksikan dalam peradaban manapun. Tidak dalam 'isme' manapun. Tidak komunis, tidak pula liberalis-kapitalis. 

Hanya dalam Islam kita bisa menyaksikan yang sedemikian rupa. 

"Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin naas.."

Sebelumnya :
Selanjutnya :