Ummattv, JAKARTA — Wakil Sekjen MUI Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga, Nyai Badriyah Fayumi, Lc MA menyatakan bahwa Indonesia modern hari ini sudah memberikan ruang yang sangat baik untuk keulamaan perempuan terutama setelah era reformasi.
“Indonesia telah secara konkret melakukan reformasi keulamaan perempuan dan itu telah dilakukan Majelis Ulama Indonesia,” kata dia dalam Halaqah Mingguan Komisi Infokom MUI “Keulamaan Perempuan untuk Kemaslahatan Umat dan Bangsa di Era Digital”, secara daring, Kamis (29/12/2022).
Badriyah mengingatkan agar keulamaan perempuan ini harus terus menghidupkan, menguatkan, mengkokohkan dan pasti harus memajukan untuk kemaslahatan umat dan bangsa.
Dia menjelakan, Kongres Ulama Perempuan Indonesia ini juga baru pertama kali terjadi di sejarah peradaban Islam modern dan baru satu-satu nya hal seperti ini belum bisa dilakukan di negara lain karena Indonesia memiliki segala prasyarat untuk itu.
Badriyah ungkap pra syarat Kongres Ulama Perempuan Indonesia tersebut yaitu pertama, Indonesia merupakan negara dengan ulama laki-laki berpikiran wasathiyah, tidak mungkin kalau ulamanya itu tidak wasathiyah Kongres Perempuan Ulama Indonesia itu akan terjadi kemudian.
Kedua, Indonesia mempunya konstitusi UUD 45 dimana para ulama juga ikut merumuskannya tidak ada diskriminasi sama sekali di sana laki-laki dan perempuan.
Ketiga, perempuan Indonesia kalau liat pergerakan kemerdekaan saja bersamaan ormas Islam itu selalu ada organisasi sayap perempuan.
“Jadi memang pergerakan perempuan dan kesadaran perempuan Indonesia itu muncul dari dalam diri sendiri, hal itu melekat seiring berjalan perkembangan pergerakan Islam di Indonesia,” ujar dia.
Jadi keulamaan perempuan itu memang perlu untuk direkognisi bahkan di beberapa negara lain belum terjadi seperti ini, Indonesia jauh lebih maju dan lebih diiri oleh para perempuan dari berbagai negara lain.
“Kehadiran ulama perempuan itu penting dan harus ada dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umat dan bangsa karena kalau tidak ada bisa jadi nanti perempuan nya tertinggal dalam proses perumusan kemaslahatan nya,” kata dia.
Nyai Badriyah mengajak segenap elemen umat, termasuk jajaran pengurus MUI tak terkecuali Komisi Infokom untuk melakukan hal berikut yaitu pertama, kita perlu sering menyebut ulama perempuan sehingga kata ulama perempuan menjadi sesuatu yang familiar di medsos bukan menjadi sesuatu yang aneh.
Kedua, ulama perempuan harus sering hadir menyampaikan pandangannya untuk memberikan kemaslahatan.
Ketiga, ulama perempuan perlu di bahas dengan perspektif perempuan di media sosial oleh ulama perempuan. Keempat, melakukan kaderisasi ulama perempuan muda.
Kelima, mengajak influencer untuk memahami tema dan perspektif keilmuan Islam. Keenam, hadirkan komunitas-komunitas belajar dimana pengasuhnya ulama perempuan yang dihadiri bisa perempuan maupun laki-laku untuk kemaslahatan semuanya. (Nadilah, ed: Nashih)