Kerap hidup kita didera oleh kelelahan yang berkepanjangan, bahkan tak berkesudahan. Sebabnya, karena kita bekerja mengejar target, atau terdesak oleh kerja yang harus memenuhi target dari atasan atau kantor tempat kita bekerja.
Kelelahan itu makin menyiksa, ketika kerja tersebut dilakukan secara terpaksa, tidak dengan ikhlas, apalagi pekerjaan itu memang tidak dicintainya, terlebih jika tidak didukung oleh keterampilan dan keahlian. Akibatnya, lelah pun membebaninya dengan sangat menyiksa, hingga pekerjaannya pun terancam tidak membuahkan hal yang menyenangkan bagi hati, pikiran dan raganya. Ia pun merasa tersiksa hidup di dunia. Lelah tak berkesudahan, merasa pengorbanannya sia-sia, hingga menjadi orang merugi di akhirat.
Kita semua pasti pernah merasakan kelelahan. Dan kelelahan itu berbagai macam bentuknya yang juga disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Secara umum dan manusiawi, kita pasti mengalami kelelahan fisik. Sehingga berakibat sakit secara jasmani. Tidak sedikit orang yang lelah secara fisik, lalu berimplikasi pada kelelahan secara psikis dan pikiran. Kelelahan secara psikis dan pikiran adalah bentuk kelelahan yang prinsip dan mendasar bagi seorang manusia, karena manusia adalah makhluk yang berakal dan berperasaan. Sementara binatang adalah makhluk yang cuma merasakan kelelahan secara pisik. Tidak pernah memikirkan kelelahannya, sehingga jiwanya ikut tersiksa karena terbebani.
Kita harus bisa mengubah lelah menjadi Lillah (karena Allah semata), dimana kita menjadikan amaliah dunia menjadi bernilai akhirat, sembari menjauhi amaliah akhirat bernilai dunia.
Diantara upaya mengubah lelah menjadi Lillah, adalah dengan meluruskan niat dengan tujuan hidup yang jelas, semata mengharapkan Ridho Ilahi Rabbi, maka Insya Allah tidak akan ada rasa lelah yang sia-sia. Semuanya akan berimplikasi sebagai investasi amal kebajikan yang akan berdampak kebaikan buat diri kita, baik di dunia, terlebih di akhirat. Itulah makna perbedaan hakiki tentang lelahnya orang yang beriman dengan lelahnya orang munafik. Lelahnya orang beriman, adalah investasi menuju Surga. Sementara lelahnya orang munafik atau kafir, adalah investasi menuju neraka. Karenanya, lelahnya orang beriman atas dasar lillah adalah sebuah bentuk kebahagiaan yang “tertunda”.
Lelah dalam nuansa keberimanan adalah sebuah berkah yang sarat hikmah, sepanjang diawali dengan Bismillah dan diakhiri dengan Hamdalah. Sementara sepanjang prosesnya senantiasa digantungkan pada Ridha Ilahi dengan tetap pada jalur-Nya. Karena diawali dengan niat yang ikhlas, maka sepanjang ia bekerja, terpancar energi Ilahi yang tak terkira dan tak berkesudahan. Makanya, ia tak merasa lelahnya itu sebagai beban yang menyiksa. Wallahu a’lam Bishawwabe. _______. *) Telah dimuat di Harian Fajar, 27/2-2022.
Oleh Aswar Hasan
Tags: Aswar Hasan, ikhlas