Ramadan: Restorasi kehidupan

Ramadan: Restorasi kehidupan

Imam Shamsi Ali* 

Hal yang paling essensi dari hasil restorasi fitrah selama Ramadan adalah akan terjadi restorasi relasi dengan sang Khaliq. Sesungguhnya esensi dasar dari fitrah manusia itu adalah terbentuknya “covenant” (mi’tsaq) atau perjanjian kuat antara seorang manusia dan sang Khaliq.

Dalam ajaran Islam janji seorang hamba kepada Tuhannya ini ditegaskan dalam Al-Qur’an:

وَ  اِذْ  اَخَذَ  رَبُّكَ  مِنْۢ  بَنِيْۤ  اٰدَمَ  مِنْ  ظُهُوْرِهِمْ  ذُرِّيَّتَهُمْ  وَ  اَشْهَدَهُمْ  عَلٰۤى  اَنْفُسِهِمْ   ۚ اَلَسْتُ  بِرَبِّكُمْ   ۗ قَا لُوْا  بَلٰى    ۛ   شَهِدْنَا    ۛ   اَنْ  تَقُوْلُوْا  يَوْمَ  الْقِيٰمَةِ  اِنَّا  كُنَّا  عَنْ  هٰذَا  غٰفِلِيْنَ  

"Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi anak cucu Adam keturunan merek…

Salah satu dilema Umat dalam menjalankan tugas ubudiyahnya, seperti yang pernah disampaikan, adalah pembatasan makna ubudiyah pada aspek ritual semata. Akibatnya ibadah-ibadah yang dilakukan menjadi bagaikan praktek rutinitas yang hampa dari makna atau nilai kehidupan. Tentu tanpa mengingkari makna ritualnya sebagai lahan akumulasi pahala.

Dilema ubudiyah ini Sesungguhnya tidak saja menimbulkan kegersangan makna (nilai). Tapi juga membawa kepada tumbuhnya Karakter dan personalitas ganda yang paradoks. Di mana pada ruang atau waktu tertentu seseorang bisa memiliki karakter tertentu. Tapi ketika berada pada ruang dan waktu yang lain Karakter dan personalitas itu berubah nilai.

Perubahan Karakter (prilaku) dan personalitas seperti ini dari orang yang sama disebut “double standard personality” (kepribadian ganda) yang salah satunya disebabkan oleh kegagalan dalam memahami memahami makna ibadah dalam Islam. Bahwa ibadah dalam Islam itu berkarakter komprehensif dan “unifying” (satu kesatuan) yang tidak terpilah-pilah.

Hal ini tentunya memerlukan pemahaman yang benar tentang Islam dan ibadah itu sendiri. Umat ini harus paham bahwa Islam itu adalah agama kehidupan. Dan ibadah itu adalah misi kehidupan. Sehingga dalam realitanya Islam dan ibadah tidak lagi dibatasi oleh dinding-dinding masjid itu. Juga tidak lagi dibatasi oleh akhir dari hitungan waktu.

Islam dan ibadah ada di masjid tapi juga di pasar dan parlemen. Islam dan ibadah itu ada di bulan Ramadan dan dzuhijjah tapi juga ada di bulan-bulan yang lain. Islam dan ibadah itu ada di lima waktu sholat. Tapi juga ada di antara waktu-waktu itu. Islam dan ibadah ada di Mekah dan di Musim Haji. Tapi juga ada di Makassar atau New York di segala musim.

Pemahaman tentang Islam seperti inilah yang akan melahirkan karakter atau personalitas yang bersifat intergratif dan komprehensif. Bukan karakter dan personalitas yang pecah (broken personality).

Hanya dengan kesadaran dan pemahaman Puasa Ramadan seperti ini yang akan membawa kepada Restorasi Karakter kemanusiaan. Karakter yang mulia dan terpuji (karimah). Karakter yang menjadi esensi religiositas kita sekaligus menjadi konklusi misi Islam (innama bu’itstu li utammima makaarimal Akhlaq).

Jika tidak maka puasa kita masih terancam tidak bermakna. “Boleh jadi ada yang berpuasa tapi dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga” (hadits).

Bahkan lebih runyam lagi ketika puasa atau ibadah-ibadah yang kita lakukan itu justeru menjadi kebangkrutan di hari pertanggung jawaban kelak. Dalam sebuah hadits Rasulullah menyampaikan bagaimana seseorang yang hadir di Mahkamah Ilahi dengan semua amalan ritualnya. Sayang selama hidupnya orang itu gagal membangun akhlak yang baik. Pada akhirnya semua amal ritualnya tidak memberinya apa-apa.

Semoga puasa Ramadan telah mampu menjadi restorasi Karakter dan Kepribadian bagi Umat. Sehingga akhlak kita semakin membaik. Baik pada tatara vertikal (hablun minallah) maupun padatataran horizontalnya (hablun minannas). Insya Allah… (Bersambung..)!

Udara NYC-Florida, 8 Mei 2022 

* Presiden Nusantara Foundation


Sebelumnya :
Selanjutnya :