Ummattv, Tiga hari kemarin, saya mengalami sakit perut yang luar biasa. Perut melilit sepanjang malam dan saya sulit tidur.
Di hari kedua saya sakit, saya coba beli pro mag. Badan agak enak. Tapi beberapa jam kemudian, perut sakit lagi.
Karena perut sakit, saya hanya makan sekitar tiga biji kurma saja. Perut terus menerus sakit sampai malam kedua. Saya sudah minum tiga butir pro mag tapi perut tidak sembuh.
Di saat itu Alhamdulillah aku ingat hadits Rasulullah bahwa berpuasalah niscaya kamu (shumu tashihhu). Meski hadits ini ada yang mengatakan dhaif, tapi masyhur di kalangan umat dari zaman ke zaman. Dan aku berniat malam kedua sakit itu, besok saya harus berpuasa.
Saya terus terang agak kurang percaya dokter. Karena dokter di Indonesia banyak yang niyatnya mengobati hanya untuk dapat uang banyak saja. Nggak semua dokter memang begitu, tapi rumah sakit tempat penampungan dokter praktek, kini menjadi industri yg mahalnya gila gilaan. Sehingga dimana mana dibedakan antara pasien BPJS dan pasien yang bayar pakai cash.
Nggak semua dokter tentu yang materialistis. Tentu ada dokter dokter yang Ikhlash mengobati dan agar pasiennya sembuh.
Tapi saya punya pengalaman yang kurang mengenakkan terhadap dokter atau rumah sakit. Ada dua teman saya meninggal setelah dirawat dokter atau rumah sakit karena sakit perut. Yang satu umurnya 69 tahun, yang satu umurnya 49 tahun.
Yang umur 69 tahun, sakit waktu puasa Ramadhan. Keluarganya 'menyuruhnya' agar meninggalkan puasa dan membawanya ke dokter. Dokter pun memberi obat bermacam macam.
Sebulan kemudian ia dibawa ke rumah sakit. Ternyata di perutnya banyak cairan yg harus dikeluarkan. Dikeluarkanlah cairan itu. Tapi setelah dikeluarkan cairan satu kantung, tubuhnya tidak sehat, malah parah. Dan beberapa hari kemudian meninggal.
Teman saya yang umur 49 tahun itu, kejadiannya hampir mirip. Sakit perut lebih dari sebulan, dibawa ke rumah, dikeluarkan cairan dalam perutnya sekitar sekantong dan kemudian meninggal.
Teman saya yang terakhir ini sebenarnya sempat ditangani tabib. Dan tabib yang ahli itu, menyuruh menghentikan semua obat kimia dari dokter. Ia ganti dengan madu, gamat dan berbagai minuman herbal. Ia sempat enakan ditangani tabib itu dan saya sempat menjenguknya. Tapi kemudian drop lagi. Kemudian ia dibawa kembali ke dokter meninggalkan tabib itu. Dan akhirnya meninggal dunia.
Urusan wafat atau ajal memang takdir Allah, tapi kita bisa mengambil pelajaran. Bahwa dunia kedokteran saat ini masih bermasalah. Belum bisa memberikan kesehatan yang sebenarnya bagi masyarakat. Kita lihat dalam pandemi kemarin, berapa ribu orang wafat karena dibawa ke rumah sakit.
Allah dan RasulNya menyuruh kita menjaga kesehatan. Salah satunya dengan puasa Ramadhan sebulan dalam setahun. Dianjurkannya juga kita puasa Senin Kamis atau puasa Daud untuk menjaga kesehatan kita.
Jadi meski ada yg mengatakan bahwa hadits 'shuumu tasihhu' adalah dhaif, tapi diletakkan dalam konteks syariat secara umum, hadits itu benar maknanya.
Dan saya berkali kali sakit mempraktekkan hadits itu menjadi sehat. Dan mungkin ribuan orang banyak seperti saya.
Saya juga pernah mengalami stres suatu saat. Diobati dgn berbagai obat tidak sembuh. Saya sembuh, justru ketika saya menghentikan obat itu. Hal itu saya lakukan ketika saya membaca sebuah buku yang berjudul Tubuh Mengobati Dirinya Sendiri.
Memang makin berumur kita harus menjaga makanan kita. Dan sebaiknya ditambah sering berpuasa. Saya kagum terhadap tokoh Islam Amien Rais yang hingga kini kabarnya mempraktekkan puasa Daud. Ia saya lihat jarang sakit dan kini umurnya 79 tahun.
Kita seringkali masih tergoda dengan gorengan, jeroan dll, makanan yg tidak sehat yang berpengaruh pada alat pencernaan kita. Dengan puasa maka alat pencernaan menjadi istirahat dan 'merecovery' dirinya.
Kembali pada kasus saya. Hari ketiga saya sakit perut (mungkin saya kena mag akut saya nggak tahu), akhirnya saya puasa. Saya hanya makan tiga butir kurma dan minum air madu hangat. Saya yakin puasa itu menyembuhkan sebagaimana anjuran Allah dan RasulNya.
Dengan puasa perut saya mulai enakan dan keajaiban terjadi nanti ketika malam setelah puasa itu. Atas saran teman dekat saya, ia menyarankan buka pakai air kelapa.
Waktu magrib pun tiba. Saya pun akhirnya buka dengan air kelapa dan juga makan degannya (dagingnya). Perut masih terasa agak sakit dan hanya bisa makan sedikit ubi rebus yang dimasak istri saya.
Sambil mendengarkan Al Qur'an, saya pun tidur setelah Isya. Jam 11.30 malam saya bangun dan perut saya enakan. Alhamdulillah saya sembuh. Saya langsung shalat tahajud dan bersyukur pada Allah.
Jadi puasa memang ajaib. Menurut saya, ia adalah sarana yang diberikan Allah untuk menjaga kesehatan kita. Saya tidak tahu apakah ada dokter yang menyarankan pasiennya agar sering berpuasa untuk menjaga kesehatannya.
Pengetahuan saya tentang dunia kedokteran sedikit. Tapi saya hanya mengambil pelajaran dari yang saya alami dan beberapa teman alami.
Saya teringat mantan wakil perdana Menteri RI, Mohammad Roem pernah mengritik tentang dunia kedokteran yang umumnya kurang ramah pada pasiennya. Dokter ketika berhadapan dengan pasien pelit ngomong. Padahal kesehatan itu ditentukan bukan hanya oleh obat tapi juga oleh sikap ramah dokter kepada pasiennya. Dokter mestinya memberikan kata kata motivasi yang menyemangati pasiennya sembuh.
Mudah mudahan pengalaman saya sakit ini berguna bagi kita semua. Kita mungkin pernah salah dalam menangani keluarga, karena 'terlalu percaya' pada dokter. Saya sendiripun karena tidak bisa nahan nafsu makan, masih sering makan jeroan, gorengan dll yang sebenarnya tidak bagus untuk alat pencernaan.
Allah yang menciptakan kita, tentu memberikan 'resep-resep' juga agar kita menjaga kesehatan. Fa'tabiru ya Ulil Abshar. Ambillah pelajaran wahai orang-orang yang memiliki ilmu. II Nuim Hidayat, penulis Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah