Di sinilah santri menyampaikan “inspirasi tadabbur pilihan” dari terjemahan Al-Qur’an yang mereka baca setiap hari
CIBINONG UMMATTV.COM — Setiap malam Kamis setelah salat Isya, Masjid Ibnu Katsir di Kompleks Sekolah Al-Qur’an Wahdah Islamiyah (SQ Wahdah) Cibinong tidak sekadar menjadi tempat ibadah. Suaranya hidup oleh diskusi hangat para santri bersama Usatdz. Mereka tidak sedang menyetorkan hafalan atau mendengarkan ceramah satu arah. Mereka sedang berbagi makna.
Kegiatan ini adalah bagian dari Majelis Tadabbur, jantung dari program Literasi Qur’ani One Day One Page. Di sinilah santri menyampaikan “inspirasi tadabbur pilihan” dari terjemahan Al-Qur’an yang mereka baca setiap hari. Bukan ceramah satu arah, tapi dialog reflektif yang mendorong santri memahami, mengikat makna, bahkan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi mereka.
Di balik program ini ada sosok penggagas yang tenang namun visioner: Ustadz Dr. Syamsuddin, M.Pd.I, Kepala Program Kepesantrenan SQ Wahdah. Sudah sembilan tahun beliau membina para penghafal Qur’an di lembaga ini. Dalam wawancara bersama tim redaksi, beliau mengisahkan bahwa program ini lahir dari keprihatinan terhadap rendahnya minat dan daya baca para santri tahfiz.
“Padahal, setiap hari mereka membaca Al-Qur’an 2–3 jam. Tapi pembacaan itu nyaris tanpa pemaknaan,” ungkapnya.
Penyebabnya beragam: mulai dari tekanan target hafalan, pola setoran yang padat, hingga lemahnya penguasaan bahasa Arab. Dari situlah muncul ide besar: mengintegrasikan tahfidz dengan tafhim (pemahaman), serta menanamkan budaya literasi Qur’ani yang aktif dan bermakna.
Dari Hafalan ke Pemahaman
Program One Day One Page dijalankan dengan pola sederhana namun konsisten: setiap hari, satu halaman terjemahan Al-Qur’an dibaca dan satu catatan inspirasi tadabbur ditulis. Tak perlu panjang, cukup satu poin makna yang menyentuh hati atau membangkitkan pemikiran.
Secara mingguan, tulisan itu kemudian dibawa ke Majlis Tadabbur untuk didiskusikan bersama. Santri diminta memilih satu inspirasi paling berkesan. Dari situ, proses pendalaman dilakukan: pemaknaan ulang, framing oleh ustadz, hingga refleksi personal.
“Terkadang saya tanya langsung, ‘Apa makna kalimat ini bagi Anda?’ Dari pertanyaan sederhana itu, refleksi mereka bisa sangat dalam,” ujar Ustadz Syamsuddin.
Bagi beliau, tadabbur adalah salah satu tujuan utama diturunkannya Al-Qur’an. Maka, penggabungan dengan literasi adalah langkah alami. Sebab sebelum santri membaca buku-buku lainnya, mereka harus membiasakan diri membaca dan memahami Al-Qur’an—sebagai sumber ilmu utama.
Bukan Menunggu Waktu Luang, Tapi Meluangkan Waktu
Program ini telah berjalan selama 38 pekan atau 200 hari lebih. Meski sempat terpotong masa liburan, sebagian santri tetap melanjutkan secara mandiri. Ini menjadi bukti bahwa kebiasaan mulai terbentuk. Ustadz Syamsuddin menuturkan, ada santri yang sampai berkata:
“Saya sudah berprinsip: bukan menunggu waktu luang, tapi meluangkan waktu.”
Lebih dari sekadar capaian angka, program ini membentuk habit positif dalam membaca, berpikir, menulis, dan merenung. Bahkan, santri yang semula sulit menyampaikan isi pikirannya kini lebih percaya diri dan terasah logikanya. Mereka bukan hanya hafal, tapi juga mampu mengikat makna dari apa yang mereka baca.
Dari Catatan Pribadi Menuju Antologi Tadabbur
Melihat dampak positif ini, tim pengelola program tak ingin berhenti di sini. Dalam waktu dekat, SQ Wahdah berencana menyusun kompilasi catatan tadabbur santri dalam bentuk buku antologi. Targetnya: peluncuran bertepatan dengan Hari Santri Nasional pada Oktober mendatang.
“Kami juga berharap program ini bisa menjadi model dan diterapkan di pesantren dan sekolah Wahdah lainnya,” pungkas Ustadz Syamsuddin.
Program One Day One Page bukan tentang berapa halaman yang dibaca, tapi tentang berapa banyak makna yang berhasil ditanamkan. Ia mengajarkan bahwa cinta Al-Qur’an tidak tumbuh hanya dari hafalan, tapi dari kedalaman interaksi dengannya.
Dan dari santri-santri inilah, makna-makna itu perlahan tumbuh. Menjadi cahaya dalam diri. Menjadi bekal untuk hidup.