Selama bulan Ramadhan kita memiliki banyak waktu berinteraksi dengan Allah Swt, karena Allah sangat dekat dengan hamba-Nya.
Oleh: Nursalmi, S.Ag
Daiyah Kota Banda Aceh dan Penulis Buku Madrasah Ramadan
BULAN Ramadhan adalah bulan agung. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam lailatul qadar. Malam yang sangat mulia. Malam diturunkan Al-Quran. Allah mengijabah doa hamba-Nya yang berdoa di malam tersebut.
Bulan Ramadhan juga merupakan momen yang tepat untuk bermuhasabah. Mengenang amal perbuatan yang telah lalu, amal baik atau amal burukkah. Merasakan kehidupan kita selama ini, berada dalam keadaan bahagiakah atau sengsara, susah atau senang, sehat atau sakit, mudahkah urusan kita atau semakin sulit.
Selama bulan Ramadhan kita memiliki banyak waktu berinteraksi dengan Allah Swt, karena Allah sangat dekat dengan hamba-Nya. Sekarang waktunya kita mengadu kepada Allah, di saat hanya berdua dengan-Nya dalam i’tikaf sepanjang malam, apalagi jika bertemu dengan lailatul qadar. Mengakui di hadapan Allah Swt bahwa begitu banyak nikmat yang telah diberikan, tidak sebanding dengan rasa syukur yang kita ucapkan. Tidak sebanding dengan ibadah yang kita kerjakan sebagai bentuk syukur kepada-Nya.
Di samping itu, sudah sepantasnya kita menangis dalam sujud, mengakui begitu banyak dosa yang kita lakukan. Bermohon dengan penuh harap agar Allah mengampuninya. Agar kita keluar dari Ramadhan ini dalam keadaan suci dan dihapuskan segala dosa.
Malam lailatul qadar datang di malam-malam ganjil pada sepuluh terakhir Ramadhan. Banyak keutamaan di dalamnya. Oleh karena itu, Rasulullah saw menganjurkan kita untuk mencari keutamaan di malam-malam tersebut, sebagaimana sabdanya:
عن عائشة رضي الله عنها قالت، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
تَحَرَّوْا ليلة القدرِ في الوِتْرِ، من العشرِ الأواخرِ من رمضانَ
Dari Aisyah radhiallahu’anha, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Carilah oleh kalian keutamaan lailatul qadr (malam kemuliaan) pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan”. ( HR. Bukhari ).
Malam lailatul qadar yang mulia, di antara kemuliaannya adalah Allah memilih malam tersebut untuk menurunkan Al-Quran.
“Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkata, “Allah telah menurunkan al-Quran dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (di langit dunia) secara langsung (sekaligus), kemudian menurunkannya kepada Rasulullah secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa-peristiwa (yang terjadi semasa hidupnya) selama dua puluh tiga tahun.
Pada malam yang mulia ini Allah turunkan Al-Quran sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Barangsiapa yang menggunakan Al-Quran sebagai pedoman hidupnya, maka dia akan selamat dunia dan akhirat, sebaliknya barang siapa mencampakkan Al-Quran, dia akan mendapatkan kesulitan selama hidupnya. Begitu juga barangsiapa yang bertemu dengan lailatul qadar, dia akan mendapatkan keselamatan dalam kehidupannya.
Dengan demikian, jelaslah alasan mengapa Rasulullah saw perintahkan umatnya agar sungguh-sungguh mencari keutamaan malam lailatul qadr.
Amalan shalih, puasa, dan shalat pada malam lailatul qadr lebih baik dari seribu bulan. Kalau dikalkulasikan pahala yang didapat lebih baik dari pahala ibadah seribu bulan. Sungguh sangat menggiurkan, karena umur kita untuk beribadah belum tentu sampai seribu bulan.
Allah Swt berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al-Qadr: 1-5).
Setiap mukmin pasti mendambakan bertemu dengan malam lailatul qadar, untuk mendapatkan keberkahan malam yang mulia. Sangat dianjurkan memperbanyak ibadah, shalat malam, membaca Al-Quran, berzikir dan beristighfar, memperbanyak doa, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah:
عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا ؟ قَالَ : قُولِي : اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari Aisyah ia berkata, saya bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika saya mendapati malam lailatul Qadar, apa yang harus aku baca?” Rasulullah bersabda, “Bacalah: Allahumma innaka ‘afuwwun kariimun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR. Al-Tirmidzi) .
Allah Swt memiliki sifat Al-‘Afwu yaitu yang Maha Memaafkan. Sifat maaf Allah sangat luas dan lengkap, lebih luas dari dosa-dosa yang dilakukan hamba-Nya. Sebanyak apapun dosa hamba-Nya, jika dia beramal shalih, bertobat dan beristighfar memohon ampun, niscaya Allah akan mengampuninya, karena tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Allah. Pintu maaf Allah meliputi sifat rahman dan rahimnya kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, perbanyaklah doa di malam lailatul qadar, memohon untuk dimaafkan segala dosa dan diberikan istiqamah dalam ketaatan, serta tidak mengulangi lagi perbuatan dosa.
Pada malam lailatul qadar malaikat Jibril turun dengan izin Rabbnya melihat amalan umat manusia di muka bumi dan mengatur segala urusan. Pada malam itu, penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. Sebagian ulama mengatakan makna sampai terbit fajar adalah batas waktu lailatul qadar, atau kita mendapatkan kesejahteraan pada malam itu sampai terbit fajar.
Sebagian ulama lain menafsirkan kesejahteraan sampai terbit fajar, yaitu bagi orang yang bertemu dengan lailatul qadar akan mendapatkan sinar terang (fajar) dalam kehidupannya di masa mendatang. Kehidupannya diliputi kesejahteraan dan keselamatan, karena pada malam itu ditentukan urusan kehidupan setahun yang akan datang.
Untuk itu, mari kita berusaha bisa bertemu dengan lailatul qadar, dengan cara beri’tikaf setiap malam pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Perbanyak istighfar, mohon ampun terhadap segala dosa. Memperbanyak doa yang telah diajarkan Rasulullah, agar Allah memaafkan dosa-dosa kita. Bertobat dari segala kemaksiatan yang pernah kita lakukan. Kemudian bermohon kepada Allah, agar diperbaiki kehidupan kita kedepan. Mengadu kepada-Nya, bahwa kita telah lelah dengan kehidupan seperti sekarang yang serba sulit. Sistem pemerintahan kapitalis, rakyat semakin terjepit dalam segala hal.
Mari kita bertobat secara nasional dan kolektif, mulai dari pimpinan negeri beserta para pejabat hingga rakyat jelata. Memohon Allah Swt memaafkan dosa kita semua. Berjanji untuk taat dan taqwa kepada-Nya, mejalankan syariat-Nya, dan menerapkan hukum sesuai aturan-Nya. Semoga di malam lailatul qadar Allah mengijabah doa kita, dan menentukan urusan bangsa ini ke depan lebih baik dari tahun-tahun lalu. Semoga Islam bangkit kembali memimpin dunia seperti masa-masa keemasannya dahulu.*
Tags: Itikaf, shaum, ramadhan