UMMATTV, JAKARTA--Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis mengatakan, di Indonesia antara umat beragama dan mencintai tanah air tidak dapat dipisahkan.
Pernyataan Kiai Cholil itu disampaikan KH Cholil di acara Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI saat menggelar Muhasabah dan Istigotsah kubro.
Acara itu digelar dalam menyambut Tahun Baru Islam dan syukuran Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Republik Indonesia secara virtual, Rabu malam (18/8).
Saat Tausiyah Kiai Cholil mengatakan bahwa, kemerdekaan merupakan nikmat yang patut dihormati dan disyukuri dengan cara berdoa dan berdzikir. Apalagi, perayaan kali ini berbarengan dengan tahun baru hijriyah di bulan Muharram.
Pada bulan bulan ini, lanjut kiai Chalil, Allah mempertemukan keduanya dalam bentuk acara atau putaran waktu keagamaan.
“Seminggu sebelumnya kita merayakan Muharram, dan berikutnya merayakan hari kemerdekaan,” ujarnya.
Dia menuturkan, dalam situasi pandemi Covid-19, Allah menyambungkan hal itu sebagai pengingat atas segala nikmat yang telah diberikan.
Ia juga mengingatkan, bahwa Indonesia tidak mungkin bisa dipisahkan antara agama dengan nasionalisme. Bila kedua pilar itu berpisah, pasti akan roboh.
“Kalau itu tidak kuat pasti akan hancur, yaitu tentang nasionalisme, cinta negara, cinta tanah air dan berdasarkan nilai-nilai agama,”tegasnya.
Ditekankan Pengasuh Ponpes Cendekia Amanah Depok ini, kemerdekaan yang diraih ini tidak terlepas dari peran ulama dengan semangat jihadnya.
Kiai Cholil kemudian menceritakan kisah di awal abad 18. Kala itu ada Syeh Abd Shamad Al-Palimbani dan sebelumnya ada Syeikh Yusuf Al-Makassari yang diusir dan diasingkan oleh Belanda ke Ceylon, Sri lanka dan hingga wafat di Cape Town, Afrika Selata.
Ketika wafat di sana, diberikan hunian oleh Syeh Abd Palembang dalam kitab Qodho Hul Jihad.
Kemudian, lanjut kiai Chalil, di akhir abad 18 sampai awal abad 19, ada Syeh Nawawi Al-Bantani. Selanjutnya, diteruskan oleh KH Hasyim Hasyari dan Syeh Ahmad Dahlan untuk meraih kemerdekaan dengan kata-kata jihad.
Kiai Chalil mengatakan, saat ini, kalau mendengar kata jihad pasti orang-orang berfikir alergi karena sering dipakai oleh para teroris.
“Teroris di Indonesia mengeluarkan kata-kata jihad, membunuh orang tak bersalah, menyiksa orang-orang yang tidak sependapat denganya meskipun sama-sama Islam,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menyinggung soal ramainya informasi beberapa hari ini terkait dengan kemenangan Taliban di Afghanistan.
“Melihat seperti apa sebenarnya yang terjadi disana. karena propaganda tidak selamanya benar atau selamanya tidak benar,”ungkapnya.
Kiai Cholil menjelaskan, seluruh masyarakat harus bersyukur Indonesia merdeka atas dasar keimanan dan keislaman patut dirayakan.
Karena Rasulullah SAW memerintahkan kepada umatnya untuk cinta terhadap tanah air. Dia melanjutkan, saking cintanya Rasul terhadap Mekkah, ketika di Madinah Rasul berdoa.
(Ketika rasul berada di mekkah beliau cinta kepada mekkah di Madinah beliau berdoa allahumma ilal madina mak.’’cinta ke Madinah, seperti cinta ku pada mekkah.)
“Demi Allah, (wahai kota Makkah), sesungguhnya engkau adalah negeri yang paling kucintai! Kalau bukan karena pendudukmu mengusirku, aku tidak akan meninggalkanmu.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)
ما أطيبَكِ من بلدٍ وأحبَّكِ إليَّ، ولولا أنَّ قومي أخرجوني منكِ ما سَكَنتُ غيرَكِ
“Alangkah baiknya kau sebagai negeri (kota) dan betapa cintanya diriku terhadapmu. Seandainya kaumku tidak mengusirku darimu (Makkah), niscaya aku tidak akan tinggal di kota selainmu.” (HR At-Tirmidzi)
Ketua MUI ini mengatakan, cinta tanah air merupakan naluri kemanusian dan sunnah Rasulullah SAW. Hal ini juga sejalan, karena di Indonesia memiliki Pancasila, dan menurut Prof Ahmad Sukarja, mirip sekali dengan piagam Madinah.
“Jadi, di Indonesia tidak ada masalah dengan agama dengan negara. Keduanya sudah menjadi inteheren (menyatu). Makanya kemarin kita termasuk yang tidak setuju, kalau masih dibongkar tentang temanya, bagaimana hukumnya hormat bendera dengan menyanyi Indonesia raya,” ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa hal itu sudah paten dan tidak perlu diperdebatkan.
“Kalau ada satu atau dua orang, karena itu adalah salah paham. Tidak usah negara menanggapi atau membuat sayembara secara khusus,” tambahnya.
Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana implementasi cinta air pada situasi sulit ini karena masih dalam situasi pandemi Covid-19.
“Bagaimana implementasinya, bagaimana nilai-nilai Pancasila berdasarkan agamanya masing-masing berdasarkan ketuhanan yang maha esa untuk menolong yang lain,” pungkasnya.*