Shamsi Ali*
Ummattv, Sunnah itu artinya jalan hidup. Mengikuti sunnah berarti mengikuti jalan hidup. Dengan demikian mengikuti sunnah Rasulullah artinya mengikut kepada jalan hidup Rasulullah SAW. Kata “mengikuti” menjadi penting karena esensi sunnah ada pada kata “ittiba’l” (mengikut).
Sebagaimana difirmankan Allah SWT: “katakan jika kalian cinta Allah maka ikuti aku (Muhammad). Niscaya Allah akan cinta padamu dan mengampuni dosa-dosa kalian” (Al-Imran).
Tentu jika berbicara tentang “kepengikutan” (ittiba’) kepada jalan hidup Rasul pastinya dimaksudkan mencakup segala aspek kehidupan. Baik pada tataran batin (Iman dan akidah), akal (pemikiran), maupun pada tataran jasadi (fisikal material). Juga pada tataran fardi (individu) dan jama’i (kolektif) kehidupan.
Dengan pemahaman sunnah yang menyeluruh (syamil) seperti ini kita terpaksa disadarkan bahwa betapa banyak sunnah-sunnah yang masih terabaikan dalam hidup kita. Dan semua ini seringkali tanpa disadari bahkan menjadi hal biasa. Walau kenyataannya konsekwensi dari pengabaian sunnah ini sangat menyentuh kehidupan nyata umat.
Dagang (tijarah) itu sunnah
Dalam beberapa kali saya diberikan kesempatan bersilaturrahim dengan Bapak Jusuf Kalla, beliau selalu mengingatkan bahwa betapa umat ini berada pada situasi yang menyedihkan. Salah satu contoh yang beliau selalu sampaikan adalah bahwa dari 10 orang terkaya di Indonesia hanya 1 orang Islamnya. Dari 100 orang kaya Indonesia hanya 10 atau 15 yang beragama Islam. Padahal 85 persen penduduk Indonesia beragama Islam.
Beliau lebih lanjut mengingatkan bahwa jika saja kita kembali kepada sejarah Rasulullah sesungguhnya Rasulullah itu berdagang sejak umur 13 tahun hingga 40 tahun. Sementara beliau diangkat menjadi nabi dan Rasul di saat berumur 40 tahun dan meninggal dunia di saat berumur 63 tahun. Artinya, kata pak JK, beliau itu lebih lama menjadi pedagang dibanding menjadi Rasul.
Tentu Pak JK bukan memandang bisnis lebih penting dari kerasulan. Yang ingin beliau tekankan betapa bisnis atau dagang menjadi sesuatu yang penting dalam tatanan jalan hidup atau sunnah Rasulullah SAW. Dan karenanya ketika umat tidak peduli dengan dagang sejatinya juga merupakan ketidak pedulian dengan sunnah Rasulullah SAW.
Baru-baru ini di pertemuan tahunan ISMI (Ikatan Saudagar Muslim Indonesia) di Makassar Pak JK dengan penuh semangat kembali menegaskan pentingnya bagi umat untuk mengambil partisipasi dalam dunia bisnis. Bahkan beliau mengingatkan bahwa konsep Syariah dan halal dalam berbisnis tidak harus dimaknai membatasi diri dalam mu’amalat. Selamat praktek bisnis itu tidak melanggar prinsip-prinsip dasar atau sesuatu yang jelas dilarang maka boleh saja.
Dalam hal ini beliau mengutip sebuah ushul Fiqh yang menggariskan bahwa dalam urusan mu’amalat itu sebuah boleh dilakukan hingga didapati ada pelarangan. Sebaliknya ibadah-ibadah mahdhoh itu semua tidak boleh hingga ada perintahnya baik dari Al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah SAW.
Kunjungan saya ke Indonesia kali ini bernilai tambah karena saya diundang dan sempat menghadiri acara MIHRAB (Makassar International Halal Trade and Business) yang diadakan oleh ISMI (Ikatan Sadagar Muslim Indonesia). Saya menyikapi acara itu dengan bahagia dan rasa bangga. Karena saya yakin perhelatan itu adalah salah satu penambah semangat untuk bangkitnya umat ini secara ekonomi.
Lebih dari itu, bagi saya pribadi, konsep halal dan Syariah atau Islamic, apalagi dikaitkan dengan bisnis menjadi sangat penting. Bukan saja pada urgensi bisnis dan profit materialnya. Tapi bagi kami yang hidup di tengah jantung kapitalisme dunia, konsep halal dan Syariah adalah bagian dari obyek dakwah yang sangat mendasar. Kedua kata ini; halal dan Syariah masih sering disalah pahami bahkan ditakuti.
Selain itu saya berpandangan bahwa untuk umat ini menemukan izzah (kemuliaan) dan dimuliakan (dihormati) diperlukan basis kemuliaan dan penghormatan itu. Dan dalam dunia yang menjadikan materi sebagai ukuran (materialisme) kekuatan perekonomian menjadi esensial dalam mewujudkan kemuliaan (izzah) keumatan itu.
Pada akhirnya yang ingin saya tekankan adalah bahwa betapa masanya bagi umat ini untuk bangkit membangun kesadaran komitmen terhadap salah satu sunnah Rasulullah. Yaitu “sunnah at-tijarah“ atau sunnah dalam bsinis atau perdagangan. Konsekwensi kegagalan umat dalam membangun kekuatan ekonomi berimbas kepada semua lini kehidupannya. Umat termarjinalkan secara politik, pendidikan bahkan militer karena Umat lemah dalam perekonomian.
Ingat, bisnis adalah sunnah Rasul yang telah lama terabaikan. Mari kita hidupkan kembali!
Manhattan City, 13 Juli 2023
* Presiden Nusantara Foundation