UMMATTV JAKARTA--Sesuai Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH), setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Pelaksanaan sertifikasi halal secara mandatory tersebut merupakan babak baru sertifikasi halal di Indonesia. Kewajiban sertifkasi halal diterapkan dengan kebijakan penahapan.
Bagi perusahaan skala besar, tentu kewajiban sertifikasi halal tak menjadi persoalan. Namun, bagi pelaku usaha mikro, kewajiban sertifikasi halal ini bisa menjadi beban karena harus mengeluarkan biaya.
Melihat fenomena ini, Baitul Wakaf menggagas wakaf Laboratorium Pangan, Halal, dan Lingkungan (Pahala). Pembina Baitul Wakaf, Asih Subagyo mengatakan laboratorium halal berbasis wakaf ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha mikro meraih sertifikat halal.
“Seperti diketahui, semua produk harus disertifikasi halal. Berbicara sertifikasi halal, maka harus ada lab. Sementara lab itu berbiaya mahal. Wakaf lab ini diharapkan menjadi solusi,” ungkap Asih dalam diskusi virtual Baitul Wakaf bertema “Peluang dan Tantangan Laboratorium Pangan Berbasis Wakaf”, Rabu (16/6/2021).
Asih menilai, laboratorium halal wakaf ini juga dapat meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia dalam industri halal internasional. “Lab halal wakaf ini membuat peredaran atau keberadaan produk halal akan semakin meningkat. Karena biaya lab semakin murah,” jelas Asih.
Pada forum diskusi yang sama, Komisioner Badan Wakaf Indonesia (BWI) Nurul Huda menyambut baik gagasan wakaf laboratorium halal. Menurut dia, wakaf pada bidang ini merupakan hal baru.
“Area ini, saya katakan area yang cukup baru. Saya menilai ini sangat potensial dilihat dari sisi bisnis,” ujar Nurul Huda.
Nurul Huda menyarankan agar gagasan ini dilakukan dengan model wakaf korporasi. Untuk itu diharapkan gagasan ini dijalakan secara matang dan profesional. “Siapa usernya ditentukan. Hitung-hitungan berapa biaya pendirian labnya, perhitungan finance-nya. Jika kita fokus, maka ini sangat potensial,” jelas Nurul Huda.*