Di Akhirat, Orang Akan Dipanggil Berdasarkan Pemimpinnya

Di Akhirat, Orang Akan Dipanggil Berdasarkan Pemimpinnya

Dunia dan akhirat itu terintegrasi, tidak dipisah2kan. Jika memisahkan bukan Islam, namanya sekuler.

Oleh : Ust. Syukron Makmun

(Ingatlah) suatu hari (yang pada hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya,  maka mereka ini akan membaca kitabnya itu dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).[al-Isrâ`/17:71-72]

=====

Dunia dan akhirat itu terintegrasi, tidak dipisah2kan. Jika memisahkan bukan Islam, namanya sekuler. Agama lain itu bertentangan dengan kemanusiaan karena hanya merupakan budaya hasil cipta karsa manusia, bukan addien. Barat memisahkan diri dari agama krn dogma agama yg terlalu memaksakan masuk ke seluruh kehidupan, padahal tdk sesuai fitrahnya. 

# Imam itu bermakna nabi-nabi mereka dan berlaku pula untuk pemimpin setelahnya dimana mereka mengikutinya.

Syaikh ‘Abdur-Rahmân as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, berdasarkan ayat di atas setiap umat akan dipanggil bersama dengan imam dan pemberi petunjuk mereka, yaitu para rasul dan penerus-penerusnya. Kemudian setiap umat maju dengan dihadiri oleh rasul yang pernah menyerunya. Amalan mereka kemudian dicocokkan dengan kitab yang pernah diserukan oleh rasul, apakah sesuai atau (justru) bertentangan.

Penafsiran di atas merujuk ke sejumlah keterangan dari beberapa ulama tafsir dari kalangan generasi salaful-ummah telah dikutip para penulis kitab-kitab tafsir. Imam ath-Thabari rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Mujâhid rahimahullah, bahwa makna “imam” ialah nabi mereka. Dengan redaksi lain Qatadah rahimahullah mengartikannya dengan para nabi mereka[2]. Sehingga pengertiannya, para umat akan datang menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama para nabi mereka.

Pendapat ini –seperti yang dipaparkan oleh asy-Syinqîthi rahimahullah– sesuai dengan oleh firman Allah Ta’ala: Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).[an-Nisâ`/4:41].

# Imam sbg pemimpin juga bermakna :

1. Pemimpin, yang di depan menjadi teladan. Imam itu hrsnya berlandaskan syari'at. Nabi daud, nabi Sulaiman.

2. Khalifah - yang mengantikan, org yang dibelakang yang mengantikan yang sebelumnya. Khalifah itu persis dgn apa yg digantikan. Sahabat pernah takut ketika wafatnya nabi Muhammad SAW krn tdk bisa menyamai nabi. Khalifah itu penggantinya minimalnya sama, lebih baik lagi bisa lebih.

3. Amir - amaro - orang yang mengurusi, melayani, khodimul ummat. Pemimpinnya disebut ro'in, rakyat yg dipimpinnya ro'yatun (rakyat), puncak kepemimpinan, pertanggungjawabannya besar sekali kepada Allah, harus punya rasa takut kepada Allah, Krn pengontrolnya langsung Allah, maka dia hrs punya tingkat spiritual tinggi. Bukan sekedar pertanggungjawaban kpd rakyatnya, yg bisa dimanipulasi.

# Imam juga berarti Kitab2 yg diturunkan kepadanya.

- ahlul Qur'an, ahlul Injil, ahlul taurat

- Qur'an jadi pemimpinnya, Qur'an akan membawanya kesurga, jika orang menempatkan Qur'an 

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma sendiri mengatakan, bahwa yang dimaksud “al-imâm“, yaitu amalan yang dikerjakan dan didiktekan untuk kemudian dituliskan. Maka, barang siapa dibangkitkan dalam keadaan bertakwa kepada Allah, maka Dia akan meletakkan kitabnya di tangan kanannya. Ia akan membaca dan bersuka-cita, tidak teraniaya sedikit pun.

# Imam juga bisa berarti Kitab catatan amal manusia/jin.

- Semua yg kita lakukan tercatat jelas dan tidak dikurangi sedikitpun.

Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah, ayat di atas (kata imâm) sebenarnya telah mengarahkan kepada pengertian kitab amalan. Pasalnya, dalam ayat tersebut diceritakan bahwasanya orang-orang yang menerima kitab dengan tangan kanan, mereka lantas membacanya, tidak ada rasa khawatir maupun takut terhadap isi yang tertulis pada kitab mereka. Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: (Mereka)  membacanya -seperti diungkapkan Imam Ibnu Katsir rahimahullah – lantaran perasaan suka cita dengan catatan dalam kitabnya, yaitu berupa amal shalih.

Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”. Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku”. [al-Hâqqah/69:19-26]

- jika di dunia dlm kondisi buta mata hati, tidak bisa melihat kebenaran, maka akan dibangkitkan dalam kondisi buta pula. Mata, telinga, akal, hati adalah sarana yg disediakan Allah utk menangkap hidayah, dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas orang-orang yang “membutakan” diri terhadap ajaran-ajaran-Nya, dengan balasan yang sama. Ketika mereka tidak mengacuhkan syariat dan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala , kondisi mereka di akhirat kelak dibuat buta, bahkan lebih buruk dari sebelumnya, dan dalam seburuk-buruk keadaan. Begitulah, al-jazâ` min jinsil-‘amal (balasan itu serupa dengan perbuatan sebelumnya).

Jadi, buta dalam ayat di atas ialah buta mata hatinya. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh asy-Syinqîthi rahimahullah, yang dimaksud dengan buta di sini ialah buta hati, bukan buta mata penglihatan. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : (Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. -al-Hajj/22 ayat 46

Mata:

1. Mata fisik

2. Mata hati

Dalam Islam, sesuatu itu harus dilihat dari dua cara. Leader is thinker - keputusan bukan hanya berdasarkan rasionalisme (identifikasi masalah, tujuannya, apa yg hrs disiapkan, analisanya apa).

Bagaimana nabi ibrahim memutuskan:

1. Pendekatan indrawi

2. Pendekatan aqli

3. Pendekatan imani, berdasarkan intuisi atau Ilham dari Allah.

Ketika usia bertambah, ketika pandangan fisik mulai buram, namun pandangan mata hatinya semakin tajam, dengan ibadah.

Qs. 20:124-127

124: Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”

125: Dia berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?”

126 : Dia (Allah) berfirman, “Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan.”

127 : Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Sungguh, azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.

Wallahu a'lam 

Referensi tambahan : https://almanhaj.or.id/24751-tatkala-manusia-dipanggil-bersama-imamnya-2.html

Seri Mengaji masjid Al I'tisham Jum'at, 22 November 2024, 

Sebelumnya :
Selanjutnya :