Testimoni berlanjut dengan teman saya dan anaknya yang hasil rapid antigen dan swab PCR negatif padahal istrinya positif. Juga sopir saya dn anaknya yang rapid antigen negatif padahal istinya positif. Si istri-istri itu tidak minum sambiloto, di saat suami dan anaknya minum sambiloto.
Cerita tentang sambiloto
Akhirnya berdasar request dari teman-teman yang telah merasakan khasiat sambiloto untuk penyembuhan maupun pencegahan COVID-19 dan supaya saya tidak selalu mengulang cerita yang sama berulang-ulang ke orang yang menanyakan, maka saya menepati janji saya ke mereka bahwa saya akan bercerita di facebook saja dan akan saya setting public.
Kisah awal mula mengenal sambiloto..
Berawal dari sekitar 10 tahun yang lalu, saya mengalami haid yang sangat banyak seperti orang yang keguguran, sedemikian parah, sehingga seringkali lemas nyaris pingsan. Atas saran teman alumni S3 Unair angkatan 2008 Agus Sulistyono Ucok, maka saya periksa ke dokter kandungan dan dilakukan kuret untuk diagnosis, hasilnya ialah hiperplasia endometrium. Banyak alternatif terapi untuk kelainan yang sering pada 4 F (kalau nggak salah Female, Forty, Fat, fertile) tapi saya memilih terapi natural dan menghubungi teman seangkatan FK Undip 89, alumni S2 herbal UI : Dr. Prapti Utami, MSi. Prapti Utami Seingat saya ada 3 kapsul herbal yang diberikan : kunir putih, pegagan dan sambiloto. Saya suka lupa2 minumnya, bolong2 seingetnya.
Hingga saat itu (sekitar 10 tahun yang lalu), ada wabah virus yang gejalanya merah-merah di kulit, gatal cekit2 dan jari-jari bengkak sehingga kalau pakai cincin sulit dilepas.
Saat itu saya bersamaan dengan haid yang sangat banyak, sehingga baru inget untuk minum kapsul herbal. Setelah minum 3 jenis kapsul herbal tsb, dalam jelang waktu setengah jam, tau2 seluruh badan gatal cekit-cekit luar biasa. Gatal-gatal cekit-cekit terutama di kulit yang merah-marah (karena infeksi virus). Wah, cekit-cekit gatalnya luar biasa, gak tertahankan. Tetapi setelah gatal2 cekit2 reda, merah2 di kulit berkurang diameternya, semakin mengecil dan badan terasa nyaman.
Saya penasaran, dari 3 kapsul herbal tersebut, yang mana yang mempunyai efek terhadap lesi / merah-merah di kulit tersebut, maka saya coba satu-satu kunir putih, pegagan dan sambiloto. Ternyata jawabannya ialah... SAMBILOTO.
Maka saya minum sambiloto untuk mengatasi infeksi virus tersebut. Tentu saja, dengan perjuangan menahan rasa gatal-gatal dan cekit-cekit luar biasa setiap minum sambiloto. Tetapi.. dengan ajaib, infeksi virus / lesi merah2 di kulit dengan cepat reda dan menghilang. Saya minum sesuai dengan siklus obat anti virus, minum tiap 5 atau 6 jam. Asisten di rumah juga tertular infeksi virus tersebut dan saya beri sambiloto, dengan cepat sembuh.
Sejak saat itulah saya menyadari bahwa sambiloto mempunyai efek anti virus dan mulai saya sediakan di rumah. Setiap badan kerasa enggak enak, meriyang greges-greges, linu-linu, yang curiga infeksi virus atau influenza, saya dan keluarga minum sambiloto 2 kapsul dan biasanya flu reda atau tidak jadi flu. Jadi sudah sekitar 10 tahun, selalu ada stok sambiloto di rumah.
Kemudian pengalaman saya dalam menggunakan sambiloto untuk infeksi virus / penyakit lain dimulai ketika ada residen yang sakit flu tulang (chikungunya) yang parah. Saya beri sambiloto dan sembuh. Ada ortu residen yang sudah sembuh dari flu tulang bertahun2 yang lalu, tetapi masih linu-linu di sendi tidak sembuh2 dengan berbagai terapi. Saya sarankan minum sambiloto, dan... hilang nyeri2nya, tidak kambuh lagi.
Kemudian analis lab di kantor, sudah menikah hampir 3 tahun, belum punya anak. Suaminya TNI, dinas di Papua dan terkena infeksi malaria yang sering kambuh parah. Akhirnya saat balik ke Semarang, dirawat di RST karena sakit parah, malaria dan hepatitis. Saya teringat jurnal / publikasi rekan-rekan di Unair, bahwa sambiloto merupakan terapi malaria, maka saya bawakan sambiloto ke RST dan Alhamdulillah suami analis saya berkenan minum sambiloto. Malaria sembuh dan hingga saat ini tidak kambuh2 lagi. Disusul kabar gembira, beberapa bulan kemudian analis lab saya hamil anak pertama. Anugrah setelah sang suami terbebas dari malaria dan hepatitis. Colek Rizky Dyas Afriyana.
Setelah itu saya pernah menggunakan sambiloto pada anak sy yang sakit cacar air, teman yang sakit DHF, kerabat yang sakut herpes, anak teman yang hepatitis dll. Intinya saya sarankan pada sakit yang disebabkan oleh infeksi virus. Bagi saya itu bagian dari ikhtiar. Saya tidak menyarankan untuk meninggalkan obat medis yang diberi oleh dokter yang merawat. Saya hanya sampaikan, bila berkenan minum sambiloto, beri jarak paling tidak 1 jam dari obat medis... Alhamdulillah, yang minum sambiloto tersebut merasakan efek yang positif.
Saat era pandemi covid ini, saya juga mulai agak rajin lagi minum sambiloto. Sebagai suplemen daya tahan tubuh.
Sampai suatu hari saya mendapat kabar, sahabat saya, sesama dokter spesialis Patologi Klinik, diantar ambulans dirujuk dari RSUD ke RSUP Dr. Kariadi Semarang karena terinfeksi Covid. Beliau sudah pensiun, pernah pasang stent (ring) jantung, hipertensi dan profil lipid jelek. Panik lah saya. Saya sangat cemas dan takut kehilangan teman saya tersebut. Saat itu awal-awal pandemi COVID. Belum banyak yang paham dan terapi saat itu juga masih meraba2 karena jenis virus baru.
Saya nekad mengirim sambiloto. Titip ke perawat ruang isolasi. Saat itu ruang isolasi sangat ketat, petugas dengan hazmat lengkap, tertutup berlapis-lapis dan hanya masuk ruang isolasi pada jam2 tertentu. Alhamdulilah, bisa titip sambiloto ke perawat saat operan jaga dan.. alhamdulillah sahabat saya koq ya manut, menurut, minum sambiloto tersebut sesuai anjuran saya.
Saya deg2an setiap hari memantau kondisi sahabat saya, dan... alhamdulillah tidak ada gejala berat dan swab negatif dan boleh pulang. Bahagiaaa rasanya...
Sejak itulah saya menyarankan, dan membagikan sambiloto ke teman-teman yang terpapar covid. Bagian dari ikhtiar pengobatan. Beberapa berkenan minum, sebagian tidak yakin dan tidak mau minum dan.. beberapa baru mau minum sambiloto setelah kehilangan keluarganya...
Berdasar testimoni teman-teman yang minum sambiloto, yang covid positif tanpa gejala maka hasil swab evaluasinya cepat menjadi negatif. Bila ada gejala, maka gejalanya tidak berkembang menjadi parah dan kemudian perlahan gejala hilang dan sembuh. Ada dua testimoni bahwa ada pasien yang perlu plasma konvalesen, namun sebelum mendapat terapi plasma konvalesen minum sambiloto, kondisinya membaik dan batal mendapat terapi plasma konvalesen...
Ayo ayoo teman2 yang sudah minum sambiloto atau merekomendasikan sambiloto ke teman2nya silahkan komen testimoninya ya... Saling share pengalaman untuk informasi ke teman-teman yang lain.
Colek Ahmad Zumaro Yekti Hediningsih Meniek Ifsha Minto Rahaju Tamti Susetyo Esti Handayani Muhammad Pratiknyo Yanti Omahmanten Souvenir Emi Hidayati Rosita Indriani Siti Khoiriyah Monika Wati Birhasani Kusasi Birhasani Kusasi Firdausy Ima Aviani Tritanti Venusia Muslimah Imus Peni Mamanya Pritania dll.
Oh ya, enggak lengkap dong, ceritanya kalau saya tidak cerita pengalaman / testimoni saya sendiri..
Akhir Desember 2020
Berawal dari suami dari salah satu teman sejawat (dokter) di tempat kami terkonfirmasi positif Covid. Maka dilakukan tracing ke teman saya dan keluarganya yang ternyata konfirm positif. Dilanjut tracing ke dokter-dokter yang lain dan juga residen yang selama ini kontak erat.
Hasinya mengejutkan
Dari 11 residen yang ditracing, 10 orang hasil swabnya positif covid !!!!
Saya sebagai KPS rasanya langsung lemes prepet2 rasanya kaget mau pingsan. Panik banget, memikirkan residen sedemikian banyak yang positif. Langsung saja koordinasi untuk isolasi mandiri. Yang rumah di Semarang dan rumah memungkinkan isolasi mandiri, maka isolasi mandiri di rumah, sebagian isolasi mandiri di Hotel Kesambi, sebagian (dengan koordinasi satgas COVID) isolasi mandiri di Diklat Srondol dan 1 orang langsung masuk IGD dan rawat inap oleh karena banyak komorbid (obese morbid, hipertensi, diabetes dan dislipidemia, kost sendirian).
Setelah beres urusan isolasi mandiri rombongan besar itu, barulah saya sadar, bahwa... selama ini residen bersepuluh itu selama ini 'mengerubuti' saya. Bahkan pada hari mereka diswab, seharian dari pagi sampai sore mereka bersama saya karena menyelesaikan hasil bone marrow aspiration, konsul di mikroskop multiokuler bareng-bareng (pakai masker, tapi di ruangan tertutup) dan diskusi sampai sore jam 17.00, oleh karena jelang cuti bersama tahun baru, hasil lab harus segera keluar. Dan.. keesokan paginya.. hasil lab residen2 tersebut... positif. Gubraag.
Semua mata tertuju ke saya. Residen pun was2 memikirkan saya. Daan ... saya langsung ditelpon petugas satgas COVID RS untuk besok pagi2 swab PCR. deg-degan.
Sambil menunggu jadwal swab, saya periksa rapid antigen di lab swasta. Hasilnya negatif. Ayem dan.. takjub.
Keesokan paginya swab PCR di IGD RSUP Dr. Hariadi. Hasil swab PCR pertama ... negatif. Hasil Swab kedua.. negatif.
Tentu heran dan takjub serta... bersyukur.
Saya sempat bercanda ke residen. Untung saya negatif, kalau saya positif, tentu semua orang berpikir dosennya nulari mahasiswa-mahasiswa-nya. Nggak ada yang berpikir bahwa mahasiswa-nya lah yang rame-rame menulari dosennya.
Tadinya saya enggak 'ngeh' kenapa saya negatif.
Tetapi.. saat saya was-was menunggu hasil PCR, beberapa teman WA saya, testimoni bahwa mereka selama ini hasil swab negatif walaupun selalu kontak erat dengan pasien atau saudara yang positif. Bahkan ada yang tim analis lab yang bertugas swab dan PCR hasil swab rutin negatif, ada 2 yang positif dan yang 2 itu ialah yang tidak minum sambiloto. Colek Inge Kusumaningdiyah.
Salah satu residen saya bertemu pasca saya swab pertama. Hasil swab dia negatif, sedangkan sahabat yang stase bareng positif (karena mudik Natal). Residen yang negatif itu cerita bahwa dia minum sambiloto, sesuai anjuran saya. Alasannya sepele "saya takut koq, Dok. Saya punya asma, padahal stase di Labkesda yang tugas bantu swab dan ngerjakan PCR, jadi saya minum sambiloto seperti anjuran dokter". Lhaaa... ternyata dia negatif saat sahabatnya, teman makan bareng-barang - positif.
Anak-anak saya malah mengejek saya... "ibu itu koq masih meragukan sambiloto padahal selalu anjurkan orang minum sambiloto'. He he...
Istri-istri itu kemudian minum sambiloto dosis pengobatan selama 4 atau 5 hari dan... pagi ini hasil rapid antigen negatif. Boss dari istri teman saya tidak percaya kalo bisa cepat negatif. Besok pagi dijadwalkan swab PCR, kita tunggu hasilnya ya, he he. Colek Agung Sugiharto
Kembali ke 11 residen saya yang positif covid. Mereka kemudian minum sambiloto. Saya tidak memaksa mereka minum sambiloto. Saya cuma sarankan minum sambiloto sebagai ikhtiar, dan kalau nggak mau ya gak apa2, karena saya malah jadi punya pembanding, bagaimana kesembuhan respon sambiloto pada kelompok yang minum sambiloto dibanding yang tidak minum sambiloto. Lhaaa... ternyata nggak ada residen yang enggak minum sambiloto. Mereka semua memilih minum sambiloto.
Dan... deg-degan saat swab evaluasi pertama... hasil swab PCR.. negatif.
`Semua residen lega bahagiaaa. Termasuk yang dirawat di RS juga hasil swab evaluasi pertama langsung negatif.
Dan semua orang pada tanya2, apa rahasianya koq semua serentak langsung bisa negatif.
Bagi saya, minum sambiloto ialah bagian dari ikhtiar.
Dulu sempat ingin meneliti dan sudah sempat ke Lembaga Molekuler Eijkman untuk penjajagan riset karena untuk pembuktian efek anti virus harus kultur virus dan dipaparkan dengan sambiloto. Tapi perjalanan hidup saya telah mengalihkan saya dari bidang keilmuan imunologi ke hematologi sehingga ide tersebut pupus. Saat ini teknologi lebih canggih dan riset virus bisa dilakukan penelitian in silico.
Riset awal juga membuktikan khasiat sambiloto untuk penanganan COVID-19.. Silahkan googling : sambiloto (Andrographis panniculata) dan COVID-19 atau SARS-CoV-2.
Oh ya, tentu saja... minum sambiloto tidak berarti membuat kita mengabaikan penanganan yang paling utama dari COVID-19 : 5M
Menjaga jarak
Memakai masker
Mencuci tangan
Menghindari kerumunan
Mengurangi mobilisasi
Karena hal tersebut sangat penting untuk mencegah penyebaran virus dan membantu agar pandemi segera reda atau berakhir.
Semoga tulisan ini bermanfaat buat kita semua.
Terima kasih untuk para sahabat yang memotivasi dan mendorong saya untuk menuliskan cerita saya ini.
Semarang, 16 Januari 2021
Dr. Nyoman Suci Widyastiti, dosen.dan dokter dari FK UNDIP Semarang.