Seseorang yang mengqadha puasa di bulan Syawwal kemudian melanjutkan puasa sunnah 6 hari setelahnya, insya Allah dia mendapatkan keutamaan berpuasa selama setahun penuh.
Oleh : Dr. Samsul Basri, SSi, MEI
Para ulama Fikih berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut ulama Hanabilah berdasarkan riwayat dari mereka bahwa sungguh hukum asalnya adalah mengedepankan puasa qadha. Karena hadits Nabi saw, "Siapa saja berpuasa ramadhan kemudian mengikutkan dengan puasa 6 hari syawwal maka seperti puasa selama setahun." Pengamalan hadits ini menurut mereka tidak akan tercapai kecuali dengan menyempurnakan puasa ramadhan terlebih dahulu, yaitu dengan menyelesaikan qadha sebelum puasa 6 hari syawwal.
Menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah, boleh mendahulukan puasa 6 hari Syawwal baru kemudian puasa qadha baik dikerjakan di bulan Syawwal atau pun di bulan-bulan yang lainnya. Menurut mereka, perkataan Rasulullah saw : ( siapa saja berpuasa ramadhan... ) mencakup puasa ramadhan di bulan ramadhan dan juga puasa qadha di bulan-bulan yang lain. Maksudnya SESEORANG yang tidak berpuasa di sebagian ramadhan karena udzur yang syar'i seperti sakit atau safar, kemudian dia mengqadhanya di bulan syawwal atau di bulan-bulan yang lain maka apa yang dikerjakannya terhitung sebagai puasa ramadhan.
Sekiranya sabda Nabi saw ( siapa yang berpuasa ramadhan ) dipahami berdasakan makna dzhahir teksnya, harus menyelesaikan atau menyempurnakan puasa Ramadhannya terlebih dahulu, maka akan banyak diantara umat Islam terutama kaum wanita yang tidak mampu menjalankan puasa 6 hari Syawwal, yang berarti mereka telah kehilangan peluang mendapatkan keutamaan puasa setahun penuh. Karena wanita terkadang didatangi udzur yang banyak di bulan ramadhan sehingga mengharuskan mereka qadha.
Seseorang yang mengqadha puasa di bulan Syawwal kemudian melanjutkan puasa sunnah 6 hari setelahnya, insya Allah dia mendapatkan keutamaan berpuasa selama setahun penuh. Demikian halnya jika dia berpuasa sunnah 6 hari Syawwal kemudian mengqadha puasanya di bulan bulan yang lain. Maka dia pun mendapat keutamaan berpuasa selama setahun penuh. Sehingga sabda beliau saw ( siapa saja puasa ramadhan ) tidak dipahami berdasarkan makna dzhahir teksnya, akan tetapi maksudnya adalah dengan mengumpulkan jumlah berpuasa 30 hari atau 29 hari, baik yang dikerjakan di bulan ramadhan atau yang di qadha di bulan bulan yang lain, kemudian ditambah 6 hari di bulan Syawwal. maka saat itulah ia dikatakan telah mendapatkan keutamaan seperti puasa setahun penuh Karena sehari berpuasa diganjar dengan 10 kali semisalnya artinya puasa sehari seperti berpuasa 10 hari. Dengan berpuasa 36 hari seperti berpuasa 360 hari atau setahun.
Selain itu, Sesuatu yang hukumnya wajib, jika memiliki keluasan waktu dalam mengerjakannya, maka tidak ada celaan bagi seseorang untuk mendahulukan sunnah. Misalnya telah dikumandangkan adzan untuk shalat dzhuhur tetapi seseorang mengerjakan shalat sunnah rawatib qabliyah padahal panggilan adzan itu adalah untuk shalat dzhuhur. Hal itu karena waktu dzhuhur masih lapang. Demikian halnya dengan ramadhan, waktu untuk melaksanakan qadhanya luas, sebagaimana perkataan dari Aisyah r.ah : ( saya pernah memiliki utang puasa ramadhan, dan saya tidak sanggup mengqadhanya kecuali di bulan sya'ban, karena kesibukan memperhatikan Rasulullah saw ) (Muttafaqun 'alaihi). Dan juga karena dzhahir ayat ( fa'iddatun min ayyaamin ukhar ) maka qadhanya adalah di hari-hari yang lain. (QS.Albaqarah :184) Tidak dibatasi waktu qadha.
Hadits Aisyah r.ah di atas menjadi dalil wallahu a'lam bahwa beliau r.ah melaksanakn puasa sunnah sebelum puasa wajib, karena keseringannya adalah beliau berpuasa 6 hari syawwal, karena Nabi saw menganjurkan padanya. Dan juga keterangan dari beliau r.ah bahwa beliau r.ah berpuasa sunnah di hari arafah.
Kesimpulan :
Hadits Abu Ayyub:
وحديث أبي أيوب: « مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا .. ». الحديث.
( Siapa saja puasa ramadhan kemudian mengikutkan 6 hari .. ) alhadits. Siapa saja yang memaknai hadits ini berdasarkan dzahirnya, tentu akan mengatakan harus menunaikan qadhanya terlebih dulu. Akan tetapi yang utama adalah dengan memahami maksud puasa ramadhan pada hadits tersebut adalah yang dikerjakan di waktu ramadhan dan yang diqadha meskipun terlambat. Karena siapa yang tidak puasa karena udzur dan mengqadhanya di bulan lain maka baginya pahala sempurna. Dan tidaklah salah jika pada saat itu disifatkan padanya bahwa ia telah berpuasa ramadhan dan kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali yang semisalnya. Kemudian baginya 6 hari di bulan syawal yang setara dengan dua bulan puasa.
Dan pendapat inilah yang lebih mudah bagi manusia, dan lebih melestarikan sunnah. Karena banyak dari umat Islam yang berat mengerjakan qadha di bulan syawwal kemudian melanjutkan dengan puasa 6 hari syawwal. Hanya saja memang yang lebih utama dan lebih sempurna bagi seseorang jika dia mampu mendahulukan qadha, karena terkandung di dalamnya makna bersegera dalam kebaikan dan bersegera untuk terlepas dari tanggungan kewajiban, dan hal itu sangat dianjurkan secara syariat.
Artikel ini di dukung oleh :
Tags: Puasa Syawwal, Puasa Qadha