Persiapan Puasa: Lebih dari Sekadar Jasmani, Mari Perkuat Rohani

Persiapan Puasa: Lebih dari Sekadar Jasmani, Mari Perkuat Rohani

Memahami dan mengamalkan kedua aspek ini, baik persiapan jasmani maupun rohani, kita akan menjalani  Ramadhan  penuh keberkahan dan mendapatkan manfaat maksimal dari ibadah puasa.

Oleh : Ust Farhan Saddad

Menjelang bulan Ramadhan, banyak orang sibuk mempersiapkan diri untuk menjalani puasa. Namun, yang sering kali terlupakan adalah pentingnya persiapan rohani, yang seharusnya menjadi fokus utama. Selama ini, persiapan puasa lebih banyak berkutat pada hal-hal jasmani, seperti menentukan menu sahur dan berbuka. Padahal, untuk mendapatkan manfaat maksimal dari puasa, kita juga perlu memperhatikan persiapan rohani yang tidak kalah pentingnya.

Puasa adalah ibadah yang sangat mulia dan penuh makna, bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang meningkatkan kualitas iman dan taqwa. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, "La'allakum tattaqun" (supaya kamu bertakwa), yang menunjukkan bahwa tujuan utama dari puasa adalah untuk meraih ketakwaan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami ilmu puasa, tidak hanya dari segi syarat dan rukun, tetapi juga dari sisi apa yang membatalkan pahala puasa.

Membedakan Mukbithot dan Mufatirot

Sebagian besar orang hanya fokus pada hal-hal yang membatalkan puasa secara fisik, seperti makan dan minum, yang dikenal dengan istilah mufatirot. Padahal, ada hal yang lebih besar dan sering luput dari perhatian, yaitu muhbitot. Muhbitot adalah hal-hal yang dapat membatalkan pahala puasa, meskipun kita tidak membatalkannya secara fisik. Misalnya, perbuatan yang tidak ikhlas, riya’, atau tidak menjaga lisan dan perbuatan. Hal ini lebih berbahaya karena bisa membuat puasa kita hanya sebatas menahan lapar dan dahaga, tanpa mendapatkan pahala yang maksimal.

Persiapan Rohani: Niat dan Ibadah yang Ikhlas

Selain memahami syarat dan rukun puasa, penting juga untuk memastikan bahwa kita menjalankan puasa dengan niat yang tulus karena Allah. Dalam hadis, Rasulullah SAW mengajarkan bahwa puasa yang diterima adalah puasa yang dilakukan dengan iman dan ikhlas, sebagaimana tercantum dalam hadits, "Imanan wa ihtisaban" (dengan iman dan harapan pahala dari Allah). Puasa bukan hanya soal menahan diri, tetapi juga tentang melakukan perbuatan yang bisa mendatangkan ridho Allah, bukan yang justru menjauhkan kita dari-Nya.

Persiapan Jasmani: Sahur dan Berbuka yang Sesuai Sunnah

Berbicara tentang persiapan jasmani, kita sering mendengar anjuran untuk makan sahur dan berbuka puasa sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah sangat menganjurkan untuk mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka. Sebagai contoh, saat berbuka, kita harus menunggu hingga matahari terbenam. Jika waktu maghrib misalnya pukul 18.12, kita seharusnya berbuka tepat pada waktu itu dan tidak lebih awal. Sebaliknya, sahur juga disarankan untuk dilakukan di akhir waktu, namun jangan sampai melewati batas waktu imsak.

Saat sahur, Rasulullah SAW biasanya memilih makanan yang ringan, seperti kurma dan air putih. Lebih penting lagi, Rasulullah tidak hanya mengutamakan makan, tetapi juga memperbanyak istighfar. Rasulullah dan para sahabat setelah sahur tidak langsung tidur, melainkan melanjutkan ibadah, seperti melakukan salat subuh dengan penuh khusyuk.

Mengikuti Pola Hidup Rasulullah dalam Berbuka dan Sahur

Pola hidup Rasulullah dalam sahur dan berbuka seharusnya menjadi teladan bagi kita. Tidak hanya soal makanan, tetapi lebih kepada bagaimana kita memperlakukan waktu tersebut sebagai kesempatan untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketika kita mengikutinya, kita tidak hanya menjaga fisik, tetapi juga rohani kita. Hal ini yang akhirnya akan membawa keberkahan dalam menjalani ibadah puasa.

Menghindari Kebiasaan yang Membatalkan Pahala

Salah satu hal yang perlu dihindari adalah kebiasaan tidur setelah sahur. Banyak di antara kita yang setelah sahur langsung tertidur dan melewatkan kesempatan untuk beribadah. Padahal, beristighfar dan melanjutkan ibadah setelah sahur adalah bagian dari mengikuti sunnah Rasulullah yang bisa membawa pahala lebih besar.

Dengan memahami dan mengamalkan kedua aspek ini, baik persiapan jasmani maupun rohani, kita akan menjalani bulan Ramadhan dengan penuh keberkahan dan mendapatkan manfaat maksimal dari ibadah puasa. Semoga kita bisa menghindari hal-hal yang membatalkan pahala puasa dan meraih ketakwaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan utama puasa itu sendiri.

Marilah kita siapkan diri, baik jasmani maupun rohani, agar Ramadhan kali ini menjadi lebih bermakna dan penuh keberkahan.


(Artikel diatas menrupakan intisari dari ceramah tarwih malam ke 8 Ramadhan 1446  di masjid Al Itisham Budi Agung)

Sebelumnya :
Selanjutnya :